Heboh Hoax, AJI: Cara Baca Berita Sudah Berubah

Kamis, 12 Januari 2017 | 15:40 WIB
Heboh Hoax, AJI: Cara Baca Berita Sudah Berubah
Ketua Umum AJI Indonesia, Suwarjono, di Jakarta, Jumat (28/8/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Suwarjono mengatakan di era sekarang adanya perubahan pola masyarakat dalam membaca berita.

Hal ini disampaikan Suwarjono dalam diskusi 'Upaya Memerangi Berita dan Situs Hoax' di Hall Dewan Pers, Jakarta, Kamis (12/1/2017).

"Penggunaan gadget luar biasa, membuat perilaku pembaca yang berubah. Di media mainstream, kami merasakan bagaimana pembaca merubah cara akses mencari berita," ujar Suwarjono dalam diskusi.

Saat ini masyarakat mencari berita dengan berdasarkan berita yang paling muncul di dinding sosial media.

Baca Juga: Polri Akan Beri Stempel Jika Berita Itu Hoax

"Tapi hampir sebagian besar pengakses sekarang itu berdasarkan apa yang paling banyakk muncul di timeline. Sehingga apapun yang muncul dianggap sebagai berita," katanya.

Suwarjono menuturkan masyarakat juga meyakini dan percaya bahwa berita yang muncul di timeline merupakan berita yang kredibel meskipun berisi konten provokasi.

"Mereka nggak lagi tahu dibelakangnya itu adalah misalnya cnnindonesia.info, cnngrup atau yang namanya aneh-aneh. Tapi Mereka sangat percaya dengan konten yang muncul di timeline, meskipun medianya isinya provokasi, abal-abal, hatespeech. Saya kira ini sangat banyak jumlahnya," tuturnya.

Lebih jauh ia menambahkan bahwa pemilik media yang memuat konten provokasi atau media abal-abal sengaja membuat media untuk kepentingan bisnis.

"Perilaku ini luar biasa , dan kenapa media abal abal yang hate speech banyak berkembang karena ada faktor bisnis yang terjadi di Indonesia bahkan luar negeri .Bahkan Trump menang sebagian besar ada konten hoax yang diproduksi luar biasa masif, mereka sebenarnya bukan orang yang memiliki kepentingan langsung untuk menjatuhkan lawan Hillary, tapi ada sebagian besar yang digunakan untuk kepentingan ekonomi," paparnya.

Baca Juga: Twitter Tunggu Undangan Resmi Kominfo untuk Bahas Hoax

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI