Suara.com - Skema pembangunan kereta ringan atau light rail transit (LRT) di Sumatera Selatan dan Jabodebek sama seperti skema pembangunan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yaitu design and build.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono mengatakan skema tersebut bisa mempercepat target penyelesaian pembangunan tersebut di 2019.
"Kalau design and build artinya cepat, kita tidak menunggu sampai desain itu selesai baru dibangun, ini seperti Terminal 3 Soetta," katanya di Jakarta, Jumat (6/1/2016).
Prasetyo mengatakan pembangunan dengan skema tersebut berisiko biaya akan membengkak karena akan ada penyesuaian ke depannya. Pemerintah tengah merencanakan untuk bekerja sama dengan sejumlah lembaga pembiayaan, seperti Danareksa, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Indonesia Infrastructure Finance untuk menalangi kebutuhan pendanaan.
Berdasarkan Perpres 55 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit di Provinsi Sumatera Selatan dan Perpres 65 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Perpes Nomor 98 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyelenggara Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi bahwa pembiayaan proyek LRT masih bersumber dari APBN.
"Selama dalam Perpres itu oleh APBN, maka sampai saat ini masih dengan APBN dan belum ada rencana skema pembiayaan 'availability payment', karena itu 'kan investasi," katanya.
Adapun, lanjut dia, pembiayaan saat ini masih dibebankan kepada kontraktor, yaitu PT Adhi Karya untuk LRT Jabodebek dan PT Waskita Karya (LRT Sumatera Selatan).
Untuk itu, Prasetyo mengatakan, pemerintah akan mengganti biaya tersebut secara bertahap minimal 10 tahun yang saat ini tengah dibahas dengan Kementerian Keuangan.
Sejauh ini, dia menuturkan, perkembangan pembangunan LRT Jabodebek sudah mencapai delapan persen, sementara LRT Sumatera Selatan sudah 30 persen.
"Berarti mereka 'nombok', hitung saja Jabodebek total Rp20 triliun delapan persennya berapa, kemudian LRT Sumsel Rp12 triliun 30 persen ya berapa, tentu menganggu ke 'cash flow' (arus kas) perusahaan," katanya.
Saat ini, Prasetyo mengatakan pihaknya juga telah merekrut tenaga konsultan untuk supervisi pengerjaan proyek LRT tersebut.
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Konstruksi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pontas Tambunan menjelaskan pihaknya masih membahas skema pendanaan proyek LRT tersebut.
"Minggu depan akan dibahas lagi karena akan melibatkan Kementerian Keuangan," katanya. (Antara)