Mantan Ketua Badan Intelijen Negara A. M. Hendropriyono ikut melaporkan kasus dugaan pencemaran nama baik terkait pembuatan buku berjudul Jokowi Undercover karya Bambang Tri Mulyono. Dia melaporkan kasus tersebutkarena menganggap isinya tidak sesuai dengan fakta.
"Hendropriyono melaporkan pada 21 Desember," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Brigadir Jenderal Rikwanto di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Hendropriyono sudah dimintai keterangan oleh polisi untuk penyelidikan kasus Jokowi Undercover.
Dengan demikian ada sampai sekarang sudah ada dua pelapor. Hendropriyono, kemudian Michael Bimo.
Michael Bimo melaporkan Bambang tiga hari setelah Hendropriyono melapor, atau pada 24 Desember.
Bambang Tri sudah ditahan polisi.
Bambang dikenakan Pasal 28 Ayat 2 revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
Saat ini, Bareskrim Polri mendalami konten buku Jokowi Undercover.
"Penyelidikan konten buku Jokowi Undercover, di mana buku ini ditulis oleh saudara Bambang Tri Mulyono yang saat ini sudah dilakukan penahanan. Dari hasil informasi yang berkembang, di mana penyelidik cyber kita melakukan upaya pendalaman materi yang menyebar luas di sosial media. Ini proses awal dalam proses penanganan secara hukum terhadap buku tersebut," ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2017).
Suara.com - "Di mana di dalam penelusuran mulai awal bulan Desember (satu bulan penyelidikan) terhadap konten yang ada di akun Facebook atas nama Bambang Tri. Di mana diketahui sejak 2014, saudara Bambang Tri ini sudah menulis buku-buku dan pada September menulis Jokowi Undercover melacak jejak sang pemalsu jati diri prolog revolusi kembali ke UUD 1945 naskah asli," Boy menambahkan.
Boy mengatakan penyidik juga melibatkan ahli, seperti ahli ITE, bahasa, sosiolog hingga sejarah untuk menangani kasus.
"Dalam proses pengumpulan alat bukti terlebih dahulu sudah dilakukan pemeriksaan ahli apakah itu ahli pidana, ahli ITE, kemudian bahasa, demikian juga sosiolog dan berkaitan dengan ahli sejarah. Karena dalam buku ini banyak menyampaikan berbagai informasi di masa lalu, dalam hal ini maka tentu salah satu alat bukti keterangan ahli yang diperlukan antara lain saksi sejarah itu," kata Boy.
Analisis terhadap konten buku disimpulkan penulisan buku tersebut tidak didukung data primer dan sekunder yang dapat dipertanggungjawabkan. Dugaan konten buku tersebut melanggar hukum semakin kuat dari hasil proses analisis konten dan adanya keterangan ahli.
"Tersangka diduga melakukan upaya menebar kebencian, tersangka juga dalam hal ini juga memberikan semacam statement yang menyatakan bahwa Jokowi-JK pemimpin yang muncul karena keberhasilan media massa dan melalui kebohongan kepada rakyat Indonesia," tutur Boy.