Suara.com - Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai penaikan pajak kendaraan bermotor bisa menguntungkan dan tidak. Namun Anies mengaku belum mengetahui lebih jauh soal kebijakan itu.
Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Garif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengatur beberapa hal terkait tarif baru pengurusan surat-surat kendaraan bermotor.
Dalam peraturan tersebut, juga diatur penambahan atau kenaikan tarif untuk pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara.
Kendaraan roda dua dari Rp50 ribu menjadi Rp100 ribu. Sementara untuk roda empat dari Rp75 ribu menjadi Rp200 ribu dan kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi).
Besaran tarifnya yaitu dari Rp80 ribu untuk roda dua dan roda tiga menjadi Rp225 ribu. Dan kendaraan roda empat dari Rp100 ribu menjadi Rp375 ribu. Tarif baru tersebut mulai diberlakukan 6 Januari 2017.
"Saya harus lihat lebih jauh, apakah memang lebih efektif dari kendaraan bermotor (penerimaan pajak) atau dari sumber-sumber yang lain," kata Anies di Gelanggang Remaja Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (4/1/2017).
Dia juga menilai itu tidak akan berpengaruh pada pengurangan jumlah kendaraan bermotor. Masyarakat akan tetap membayar pajak kendaraannya meskipun tarifnya dinaikkan.
"Dari sisi jumlah kendaraan bermotor, itu cukup besar (kenaikan tarif) dan cukup inelastis. Inelastis itu artinya kalaupun dinaikkan bukan berarti orang terus mau jual motornya, nggak, ya tetap saja harus bayar," ujar Anies.
Ia mengatakan akan mempelajari hal itu lebih dalam lagi. Katanya, mana yang lebih menguntungkan bagi masyarakat antara membebani lewat (tarif pajak) kendaraan bermotor atau lewat sumber-sumber yang lain.
"Dua-duanya harus untung, antara masyarakat dan pemerintah," kata Anies.