"Itu belum termasuk air dan listrik pak. Kalau itu tergantung pemakaian pak. Tolong disampaikan ya pak," kata Warji.
Sebelumnya, Warji mengklaim tinggal di Kampung Pulo. Di saa dia tinggal selama 30 tahun. Di sana, ia memiliki sebuah rumah dan beberapa kandang ayam yang menjadi usahanya. Namun, kini semua miliknya itu sudah tidak ada lagi setelah rumahnya diratakan dengan tanah, alias digusur.
"Sekarang kami pindah ke rusun ini pak. Kami di sini bayar. Kami sewa Rp300 ribu setiap bulannya. Belum listrik, belum air," kata Warji.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ishak (61). Ia mengaku juga kehilangan rumahnya di Kampung Pulo dan saat ini menjadi salahsatu penghuni Rusunawa itu. Ia mengatakan, sebelum kampungnya itu digusur, pihak Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan gubernur DKI Joko Widodo, berjanji akan membayar ganti rugi atas kerugian yang dialami warga.
"Gubernur Pak Jokowi dulu datang. Dia sampaikan akan ada normalisasi sungai Ciliwung. Dan waktu itu sampai empat kali datang ke Kampung Pulo," kata Ishak.
Saat itu Jokowi janji berkata kepada bawahannya bersosialisasi agar jangan sampai warga Kampung Pulo mengalami kerugian atas penertiban itu.
"Tindak lanjut dari kunjungan pak Jokowi itu, berapa bulan kemudian diadakan lagi sosilisasi mengenanai normalisasi di Jatinegara. Isi dari sosialiasi itu, warga Kampung Pulo dapat ganti rugi. Semua termasuk pohon, pagar, rumah, tanah," tutur Ishak.
Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi itu, kata Ishak, pihak Pemprov datang lagi untuk melaksanakan pendataan serta pengukuran bidang tanah, bangunan.
"Itu bagian dari urutan untuk ganti rugi dan seharusnya habis pengukuran akan dimusyawarahkan nilai ganti rugi oleh tim dari Pemprov," kata Ishak.
Namun, harapan tinggallah harapan, kata Ishak, pihak Pemprov datang lagi ke kampung itu, bukan untuk menentukan nilai ganti rugi. Tapi untuk memberitahu bahwa semua warga yang rumahnya sudah digusur tidak akan mendapat ganti rugi.