Suara.com - Hary Tanoesoedibjo, konglomerat Indonesia yang juga ketua umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo), sedang menjadi sorotan media internasional setelah dalam sebuah wawancara dengan media Australia ia mengumumkan niatnya untuk bertarung dalam pemilihan umum 2019 sebagai calon presiden.
"Jika tak ada yang bisa saya percaya untuk mengatasi masalah-masalah di negara saya, maka saya akan mencalonkan diri sebagai presiden," kata Hary seperti yang diulas ABC, Senin (2/1/2017).
"Ini bukan untuk diri saya sendiri, tetapi bagi negara saya," kata Hary yang menambahkan bahwa Indonesia butuh "seorang pemimpin yang punya integritas, yang bisa memberikan solusi bagi negara."
Hary, yang memiliki beberapa stasiun televisi, radio, dan surat kabar di Tanah Air, diulas oleh media-media Barat bukan hanya karena niatnya untuk maju sebagai presiden tetapi karena kedekatannya dengan presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump.
ABC dalam situs beritanya menulis bahwa "Donald Trump's Indonesian business partner Hary Tanoe 'may try to run for president'". Jika diterjemahkan bebas, judul itu bisa berarti "Mitra bisnis Donald Trupm, Hary Tanoe akan mencalonkan diri sebagai presiden."
Sementara media Inggris, The Guardian, menulis berita berjudul "Donald Trump's Indonesian business partner considers running for president", yang diterjemahkan berarti "Mitra bisnis Donald Trump di Indonesia mempertimbangkan untuk maju sebagai presiden".
Hary memang punya hubungan bisnis dengan Trump. Menurut The Guardian, Hary sedang membangun dua proyek Trump di Tanah Air. Keduanya adalah sebuah resort mewah di Bali dan sebuah resort yang dilengkapi lapangan golf di Lido, Jawa Barat.
Kedua proyek itu akan dirampungkan dalam masa pemerintahan Trump di Gedung Putih.
Akses Langsung ke Trump
Dalam wawancara dengan ABC, Hary juga mengatakan bahwa ia punya akses komunikasi langsung dengan Trump, sesuatu yang sangat berharga bagi banyak pemimpin dunia saat ini.
"Saya tentu saja punya akses kepada dia, karena kami bekerja sama, tetapi saya harus membatasi kerjasama dan interaksi itu," kata Hary.
Ia mengatakan hubungannya dengan keluarga Trump justru lebih banyak dengan anak-anak Trump.
"Ketiganya. Tiap-tiap mereka punya peran berbeda. Don junior bertanggung jawa atas seluruh proyek, Eric di sektor desain dan golf, dan Ivanka lebih ke detail," ujar dia.
Tentang kedekatan antara Hary dan Trump sudah diulas oleh Foreign Policy, sebuah media terkemuka AS yang mengulas politik internasional, pada 22 Desember lalu.
Dalam artikel bertajuk "Trump's Indonesia Business Partner Is Knee-Deep in Dirty Politics" (jika diterjemahkan bebas berarti "Mitra Bisnis Trump di Indonesia Terlibat dalam Politik Kotor"), disebutkan bahwa Hary punya hubungan dekat dengan Trump.
Dino Patti Djalal, bekas duta besar Indonesia untuk AS, yang diwawancarai Foreign Policy mengatakan bahwa Hary "mungkin adalah satu-satunya yang punya akses terbesar kepada Trump dan satu-satunya yang telah berhubungan dengannya (Trump) dalam cara yang substansial."
Sementara Wayne Forrest, presiden kamar dagang Amerika-Indonesia, kepada media yang sama mengatakan bahwa Hary mencoba untuk menjadi penghubung antara pemerintah Indonesia dengan Trump.
"Saya pernah mendengar bisik-bisik bahwa Hary Tanoe berusaha untuk memposisikan dirinya sebagai broker antara pemerintahan Jokowi dan Trump," kata Forrest, "Meski saya ragu bahwa Jokowi akan menerima tawaran seperti itu."
Bukti kedekatan itu sendiri, menurut ABC dan The Guardian, terbukti saat Hary mengatur pertemuan antara politikus Golkar, Setya Novanto dan politikus Gerindra, Fadli Zon dengan Trump pada September lalu.
Pertemuan itu terjadi ketika Trump sedang gencar berkampanye untuk merebut kursi nomor satu di AS. Pertemuan itu membuat geger Indonesia karena dalam kampanye-kampanyenya menyudutkan umat Islam.