Terorisme merupakan kejahatan yang menjadi musuh bersama masyarakat internasional. Indonesia sendiri terus bergerak membasmi terorisme baik jaringan dalam negeri maupun terlibat dalam upaya global.
Meski menghadapi berbagai rintangan, namun jaringan terorisme yang ada mulai terkuak satu per satu.
Penelusuran jejak teroris, pengumpulan informasi dan data hingga pemeriksaan ulang informasi terus dilakukan untuk melacak sel-sel jaringan teroris dengan tujuan untuk menghentikan rencana serangan teroris yang dapat mengancam keamanan masyarakat.
Stabilitas negara juga dipertaruhkan jika terorisme terus berakar dalam suatu negara. Aksi-aksi teror berujung pada kekerasan dan korban jiwa menghantui masyarakat yang cinta damai.
Pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan terus menelusuri keberadaan teroris untuk melumpuhkan aktivitas mereka.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, pada 2000-2015 sebanyak 996 orang terjaring operasi penegakan hukum oleh Kepolisian RI yang berkaitan dengan terorisme.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian menyatakan sepanjang 2016 Polri menangani 170 kasus terorisme, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 82 kasus.
"Peningkatan ini disebabkan oleh dinamika politik di Suriah dan Irak yang tidak stabil akibat serangan ISIS sehingga mempengaruhi peningkatan kasus terorisme di Indonesia," kata Kapolri Tito Karnavian.
Tiga warga negara Indonesia ditangkap di Suriah pada 5 Desember 2016 karena terindikasi akan bergabung untuk berperang di negara yang tengah berkonflik tersebut.
Sementara itu, sepanjang 2016 sekitar 600 warga negara Indonesia berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok radikal ISIS.
Mengingat krusialnya masalah terorisme ini, aparat keamanan terus bekerja memberantas jaringan terorisme yang berkembang di tengah masyarakat.
Alhasil, aparat keamanan menangkap sejumlah terduga teroris, di antaranya satu terduga teroris di Karanganyar, Jawa Tengah.
Penangkapan terduga teroris berinisial SY alias Abu Izzah dilakukan Sabtu petang (10/12) sekitar pukul 18.15 WIB di daerah Sabrang Kulon Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jateng.
Pada Rabu (21/12), Densus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian RI mengamankan tujuh terduga teroris di empat daerah yang berbeda. Dari ketujuh orang tersebut, tiga tewas karena melawan petugas Densus.
Para terduga itu ditangkap di lokasi yang berbeda yakni di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Batam dan Tangerang Selatan.
Meski penangkapan demi penangkapan dilakukan, namun jaringan teroris masih menjadi ancaman yang harus ditumpas hingga ke akarnya.
Pendekatan siber Dalam menghadapi ancaman terorisme, Kepolisian RI menggunakan pendekatan siber sebagai salah satu upaya melawan terorisme yang bergerak di dunia maya.
Dalam perwujudannya, perlawanan terhadap terorisme lewat siber termasuk juga melakukan patroli siber dan serangan siber pada hubungan komunikasi dan jaringan terorisme di dunia maya.
"Kita harus menggunakan kemampuan 'cyber counter terrorisme' juga. Jadi melakukan 'cyber patrol' (patroli dunia maya), 'cyber attack' (serangan siber) kepada mereka, termasuk 'cyber surveillance' (pengawasan siber) kepada mereka," kata Kapolri Tito Karnavian.
Patroli siber tersebut dilakukan oleh tim pasukan siber yaitu dengan memantau aktivitas atau pergerakan jaringan terorisme lewat dunia maya. Mereka bekerja tiap hari mengamati situs atau website yang terindikasi terlibat dengan jaringan terorisme.
Dalam memantau laman website, tim tersebut melakukan pelacakan terhadap situs yang menjadi komunikasi para teroris di dunia maya.
Setelah berhasil masuk ke jaringan komunikasi teroris itu, pihak kepolisian kemudian berbaur untuk mengetahui aktivitas mereka.
Pelacakan itu tersebut juga dapat dilakukan terhadap alat pengiriman pesan seperti whatsapp dan instagram.
"Kan teknik-teknik 'cyber patrol' ini juga sama sebenarnya dengan teknik-teknik dalam dunia nyata ada yang menggunakan 'surveillance' (pengawasan) nyata gitu ya diikuti, ada juga kita," ujarnya.
Setelah masuk dalam obrolan komunikasi jaringan teroris itu, Tito mengatakan, pihak kepolisian melakukan penyamaran untuk masuk seolah-seolah menjadi bagian kelompok-kelompok teroris dengan menggunakan berbagai akun termasuk ikut 'chatting' dalam komunitas mereka.
Selain itu, pemerintah juga mewaspadai adanya perekrutan teroris melalui media sosial.
"Memang adanya rekruitmen lewat media sosial namanya 'cyber terorism'. Jadi bergerak di dunia maya. Jadi istilah mereka 'cyber jihad'," tuturnya.
Kapolri menuturkan terorisme yang bergerak di dunia maya itu, melakukan rekruitmen dan pelatihan dalam jaringan.
Para teroris mempelajari cara membuat bom lewat dunia maya. Mereka juga membuat "cyber operation" (operasi lewat dunia maya), yakni mensurvei target dan melakukan pendanaan terorisme dalam jaringan.
"Sebagian besar terdeteksi tapi mereka juga sebagian besar berusaha menghindari deteksi intelijen dengan menggunakan metode-metode termasuk sistem komunikasi mereka," ujarnya.
Kini pemerintah juga mewaspadai munculnya kecenderungan pernikahan sebagai modus perekrutan teroris.
Pihak kepolisian menangkap tiga terduga teroris yaitu Nur Solihin, Agus Supriyadi dan seorang perempuan bernama Dian Yulia Novi.
Terduga teroris di Bekasi merekrut pelaku bom bunuh diri atau "pengantin" dengan menikahinya terlebih dahulu.
Dian rencananya akan menjadi pelaksana aksi teror.
Lintas negara Upaya menangani jaringan terorisme yang telah masuk ke berbagai negara di belahan dunia juga membutuhkan kerja sama lintas institusi dan lintas negara.
Tiap negara saling bekerja sama membangun kekuatan untuk melawan terorisme baik dalam negeri maupun luar negeri.
"Kita bicara soal terorisme itu kan bicara sesuatu yang sangat luas cakupannya. Kita bisa masuk dari berbagai arah dan saat ini dengan teknologi 'cyber' yang sudah digunakan oleh mereka kita sudah menyiapkan juga bagaimana kita bisa mendeteksi itu semua," tutur Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Wiranto.
Menghadapi terorisme selain menghancurkan jaringannya termasuk juga memotong jalur-jalur pembiayaannya.
"Kita terus mengajak semua negara bersama-sama menanggulangi terorisme untuk saling bekerja sama yang erat dan saling memahami kepentingan masing-masing," ujarnya.
Pemerintah Indonesia terus melakukan kerja sama pemberantasan terorisme dengan berbagai negara, seperti Tiongkok dan Iran.
Menko Polhukam RI Wiranto dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah membahas tentang penanggulangan terorisme dan penguatan keamanan nasional.
Wiranto mengatakan pihak Australia membantu Indonesia untuk memerangi radikalisme dan terorisme seperti pada penumpasan kelompok teroris Santoso.
Selain itu, diharapkan ada transfer teknologi antara Australia dan Indonesia sehingga masing-masing negara di kawasan dapat mandiri dan bekerja sama dengan baik dalam melawan teroris yang tidak mengenal batas-batas wilayah.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan kedua pihak ingin terus meningkatkan kerja sama dalam penanggulangan tindak terorisme dan cara menanggulangi ekstrimisme.
"Kedua negara saling berbagi informasi dan data intelijen untuk melindungi masing-masing warga negara dari terorisme," tuturnya.
Selain dengan Australia, Menko Polhukam Wiranto dan Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin, sepakat untuk memperkuat kerja sama penanggulangan terorisme melalui dunia maya.
"Sudah ada kerja sama mengenai pengamanan informasi kedua negara, kemudian ada juga forum konsultasi mengenai keamanan dan pertahanan Indonesia dan Rusia. Itu akan kami tindak lanjuti dengan satu langkah yang lebih konkret," kata Wiranto.
Pada Oktober lalu, Duta Besar Iran untuk Indonesia Valiollah Mohammadi menemui Menko Polhukam RI Wiranto untuk membahas upaya penanggulangan terorisme.
"Secara keseluruhan kedua pihak menukar pendapat terkait dengan bagaimana caranya melawan terorisme dan kelompok-kelompok kekerasan," kata Dubes Iran Valiollah Mohammadi di Jakarta.
Dia menuturkan penanganan masalah terorisme yang menjadi ancaman bagi negara, kawasan dan dunia harus dilakukan secara bersama antarnegara.
"Kami sangat percaya bahwa melawan terorisme perlu kerja sama dan bantuan antara berbagai negara," tuturnya. (Antara)
Sepanjang 2016, Polri Tangani 170 Kasus Terorisme
Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 30 Desember 2016 | 21:22 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
REKOMENDASI
TERKINI