Ancaman Terorisme dan Radikalisme Mulai Masuk Sumatera Barat

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 30 Desember 2016 | 21:15 WIB
Ancaman Terorisme dan Radikalisme Mulai Masuk Sumatera Barat
Penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 Mabes Polri di Batam, Kepulauan Riau. [Antara/Kanwa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Rabu, 21 Desember 2016 warga di Jalan Soekarno-Hatta Koto Nan Ampek, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, dikejutkan oleh penangkapan seseorang yang diduga terlibat jaringan teroris atas nama Hamzah oleh Densus 88 Polri.

Tak ayal penangkapan tersebut menarik perhatian publik karena selama ini Ranah Minang relatif aman dari paham teroris dan perilaku kekerasan.

Meskipun masih dalam penyidikan aparat berwenang penangkapan tersebut dinilai sedikit mencoreng kesan positif yang selama ini terbangun bahwa Sumbar adalah daerah yang damai.

Ketua Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Sumatera Barat Syaifullah menyatakan Sumbar relatif aman dari terorisme.

Namun ia menilai daerah ini rawan disusupi paham radikal yaitu suatu pemahaman yang kuat terhadap sesuatu yang kemudian berupaya untuk merealisasikannya.

Akan tetapi ia mengatakan pada satu sisi radikalisme memiliki nilai positif misalnya ketika individu memegang kuat nilai-nilai agama atau adat sehingga memiliki sikap dan prinsip yang kuat untuk menjaganya.

Namun yang perlu diingat jangan sampai radikalisme tadi berujung menjadi terorisme yaitu perilaku penggunaan kekerasan dalam mewujudkan tujuan yang hendak dicapai, katanya.

Terkait dengan penangkapan terduga terorisme di Payakumbuh ia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian karena perlu diuji lebih dalam apakah benar yang bersangkutan terlibat jaringan teroris.

Tetapi ia mengingatkan ke depan agar situasi Sumbar tetap kondusif dan tidak disusupi terorisme maka penanggulangannya dimulai dari keluarga.

Menurut guru besar Institut Agama Islam (IAIN) Imam Bonjol Padang itu, cara untuk mengenali seseorang terpengaruh terorisme cukup mudah karena bisa dilihat dari perilaku keseharian.

Jika ada yang punya anak atau saudara yang tiba-tiba menutup diri dan tidak mau bertemu dengan orang lain hal itu patut dicurigai sebagai indikasi awal tersusupi terorisme, katanya.

Ia mengatakan setelah menutup diri perlahan yang bersangkutan akan mulai mengkritik baik ulama hingga pemerintah dengan cukup keras.

"Macam-macam ada yang bilang ulama tidak benar, pemerintah tidak becus padahal sebelumnya tidak pernah mengkritik demikian," katanya.

Biasanya, lanjut dia, setelah itu yang bersangkutan akan menghilang dan tiba-tiba terdengar kabar sudah ditangkap atas dugaan terorisme.

Oleh sebab itu masyarakat dan keluarga harus mewaspadai hal ini, jangan sampai ada diantara anak dan saudara yang berurusan dengan densus 88 karena mencegah jauh lebih baik, ucapnya.

Pemerataan Ekonomi Pada sisi lain Syaifullah menilai salah satu pemicu lahirnya terorisme adalah terjadinya kesenjangan ekonomi sehingga ada kelompok masyarakat yang terpinggirkan.

Karena itu jangan ada daerah yang terasing secara ekonomi, kelompok masyarakat yang dibeda-bedakan karena situasi seperti itu akan membuat orang dengan mudah direkrut sebagai pelaku teror, katanya.

Ia melihat pemerataan tersebut juga berlaku pada bidang sosial, politik, hukum dan lainnya.

Menurutnya Sumbar juga cukup rawan terjadi konflik sosial berupa perkelahian massal antar kampung hingga konflik perusahaan dengan masyarakat.

Konflik sosial seperti itu adalah lahan subur untuk mengarah ke terorisme sehingga perlu diantisipasi sejak dini, coba kalau ada yang menjadi provokator kemudian menghasut warga untuk berbuat kekerasan, lanjutnya.

Ia mengingatkan pemangku kepentingan baik pemerintah maupun aparat agar melakukan deteksi dini konflik sosial dan melakukan pencegahan agar tidak berkembang luas.

Rangkul Ulama Dalam rangka meredam terorisme dai Sumbar, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumbar merangkul ulama yang ada di provinsi itu berpartisipasi meredam radikalisme.

"Sebanyak 150 ulama se-Sumbar dirangkul untuk meningkatkan kinerja penanggulangan terorisme dengan memberikan pencerahan dan langkah-langkah pencegahan dini terorisme melalui pembekalan," kata Kabid Humas FKPT Sumbar, Eko Yanche Edrie.

Menurutnya melalui kegiatan tersebut diharapkan para ulama mampu memainkan peran yang lebih signifikan dalam membentengi masyarakat dari penyebaran paham radikal dan terorisme dengan dakwah yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai utama Islam.

FKPT Sumbar akan terus menggalang kekuatan seluruh komponen masyarakat untuk menghadang radikalisme dan terorisme dengan memberikan informasi yang berimbang serta melakukan pencegahan dini, katanya.

Ia berharap para dai menjadi ujung tombak penyebaran Islam damai dan mencegah penyebaran paham radikal di masyarakat.

Tidak hanya itu FKPT Sumbar juga melakukan sosialisasi pemberantasan terorisme dalam bentuk kunjungan media dan dan diseminasi peliputan terorisme kepada jurnalis.

"Pencegahan terorisme melalui media dipandang penting karena perannya strategis dalam menyebarluaskan informasi ke masyarakat," kata Eko Yanche.

Ia menyampaikan FKPT telah menggelar diseminasi pedoman peliputan terorisme dan peningkatan profesionalisme media massa dalam meliput isu-isu terorisme .

Sementara Peneliti The Nusa Institute, Mas'ud Halimin mengatakan Islam lebih banyak ditampilkan sebagai pihak yang erat dengan terorisme.

Ini yang menjadi persoalan para ulama hari ini bagaimana meluruskan berita-berita yang memojokkan Islam , ujarnya.

Menurut dia media tak bisa disalahkan karena cermin dari apa yang ada ditengah masyarakat karena itu saatnya memperbaiki cara dakwah sambil meluruskan tudingan yang beredar selama ini bahwa Islam erat kaitannya dengan aksi terorisme.

"Membunuh orang menghancurkan tempat tidak ada dalam ajaran Islam," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI