Suara.com - Ketika bertemu untuk terakhir kalinya semasa hidup, Tony Sis Hariyanto, merasakan perubahan sikap Dodi Triono. Tony merupakan rekan Dodi, korban pembunuhan di rumah Jalan Pulomas Utara, nomor 7A, Jakarta Timur.
Mereka bertemu untuk terakhir kalinya pada Senin (26/12/2016) atau sehari sebelum Dodi ditemukan meninggal dunia secara tragis bersama lima orang lainnya di dalam kamar mandi.
"Pada saat bertemu dengan Pak Dodi tiga hari yang lalu, saya merasakan ada hal yang aneh pada beliau. Wajahnya berbeda dari biasanya, terutama matanya dan terlihat murung," kata Tony usai menghadiri pemakaman Dodi dan dua putri Dodi di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2016).
Padahal, kata Tony, Dodi memiliki pribadi yang periang.
Tony mengatakan Dodi merupakan sosok pekerja keras. Dia tidak pernah mendengar Tony mengeluh soal pekerjaan.
"Sejauh yang saya kenal, tidak pernah mendengar ada keluhan. Dia itu orang yang hebat, buat kami dia itu panutan. Tapi, kalau masalah bisnis yang dijalaninya saya tidak tahu," kata Tony.
Dodi ditemukan meninggal dunia di dalam kamar mandi bersama lima korban meninggal yang lainnya. Lima korban yang lain yaitu dua putri Dodi: Diona Arika Andra Putri (16), Dianita Gemma Dzalfayla (9), Amalia Calista Putri Pahlevi atau Amel (10 tahun, teman Dianita), Sugiyanto, dan Tasrok (40). Sugiyanto dan Tasrok adalah supir.
Posisi enam korban yang meninggal tumpang tindih dengan lima korban yang selamat yaitu Emi (41), Zanette Kalila Azaria (13 tahun, anak ketiga Dodi), Santi (22), Fitriani (23), dan Windy.
Dodi memiliki latar belakang arsitek. Dia merupakan mitra kerja manajemen Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno yang berencana mengembangkan sebagian kawasan Gelora Bung Karno.
Tapi, manajemen Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno memastikan bahwa proyek Dodi tidak terkait dengan renovasi GBK untuk Asian Games 2018.
Sampai hari ini, motif pembunuhan itu belum terpecahkan.