5. Yohanes Surya
Di tahun 1999, Indonesia mendapatkan medali emas di ajang olimpiade fisika di Universitas Padua, Italia. Di tempat itu, fisikawan besar Galileo Galilei pernah mengajar dan mengembangkan fisika lebih dari 400 tahun yang lalu.
Kala itu anak bangsa yang mendapatkan medali emas adalah Made Agus Wirawan, siswa SMUN 1 Bangli. Dia anak dari desa di Bangli, Bali. Agus anak seorang pemahat. Saat itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah ada siswa Indonesia naik ke panggung menerima medali emas di Olimpiade Fisika Internasional.
Sosok yang ada di belakang kemenangan itu adalah Yohanes Surya. Saat itu dia menjadi pelatih Agus. Sejak itu, Indonesia percaya diri untuk terus mengirimkan kontingennya ke berbagai olimpiade fisika dan matematika internasional.
Ditemui suara.com di ruang kerjanya di Universitas Surya, Serpong, Tangerang, Yohanes masih gagah dan segar di usianya yang sudah menginjak 53 tahun. Tercatat sudah 100 medali emas yang didapatkan anak didiknya dari olimpiade fisika dan matematika internasional. Sebanyak 200 anak yang sudah dia ‘orbitkan’.
Doktor College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat ini sejak lulus dari Universitas Indonesia sebagai sarjana fisika memang sudah terjun di dunia pendidikan. Bahkan Dia rela pulang ke Indonesia untuk melatih anak-anak berbakat untuk mengikuti ajang olimpiade fisika dan matematika.
Universitas yang didirikan Yohanes diklaim sebagai kampus berbasis riset pertama di dunia. Dia memberikan beasiswa hampir dari setengah mahasiswanya sejak tahun 2013. Nantinya, kampusnya akan melahirkan peneliti-peneliti dan banyak melahirkan penemuan baru.
Yohanes Surya lahir di Jakarta, 6 November 1963. Ia mulai memperdalam fisika pada jurusan Fisika MIPA Universitas Indonesia hingga tahun 1986. Dia pernah mengajar di SMAK I Penabur Jakarta hingga tahun 1988. Selanjutnya menempuh program master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat. Program masternya diselesaikan pada tahun 1990 dan program doktornya di tahun 1994 dengan predikat cum laude. Setelah mendapatkan gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia – Amerika Serikat (1994).
Pulang dari Amerika, disamping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995 –1998). Dari tahun 1993 hingga 2007 siswa-siswa binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu dalam berbagai kompetisi Sains/Fisika Internasional. Pada tahun 2006, seorang siswa binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IphO) XXXVII di Singapura.
Yohanes Surya merupakan penulis produktif untuk bidang Fisika/Matematika. Ada 68 buku sudah ditulis untuk siswa SD sampai SMA. Di luar aktifitasnya di atas, Yohanes Surya berkiprah dalam berbagai organisasi internasional sebagai Board member of the International Physics Olympiad, Vice President of The First step to Nobel Prize sejak 1997. Dia juga penggagas dan President Asian Physics Olympiad sejak 2000.
Yohanes mendapatkan Lencana Satya Wira Karya (2006) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu juga dia terpilih sebagai wakil Indonesia dalam bidang pendidikan untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush.
Di dunia kampus, Yohanes Surya adalah guru besar fisika dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Ia pernah menjadi Dekan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan. Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Multimedia. Tahun 2010 Yohanes Surya mendirikan STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan) Surya untuk mencetak guru-guru yang berkualitas dari berbagai daerah tertinggal di Indonesia.
Berikut wawancara lengkap suara.com dengan Yohanes. Klik di sini