Suara.com - Pergantian tahun kerap diramaikan dengan sahutan bunyi terompet. Momen ini tentu saja dimanfaatkan para pedagang terompet dadakan yang melihatnya sebagai peluang untuk mengais rejeki.
Jika Anda bermukim di Jakarta, maka kawasan Asemka di Kota Tua bisa menjadi tempat terbaik bagi Anda mencari pernak pernik untuk meramaikan tahun baru. Di sisi kanan dan kiri jalan, akan dengan mudah didapati deretan terompet dengan ragam bentuk dan warna.
Acapkali pasar dadakan ini membuat jalanan macet, karena pengemudi kendaraan berebut jalan dengan pejalan kaki yang tengah menghampiri dagangan di tepi jalan.
Di salah satu sudut trotoar, Andri, pedagang terompet dadakan tengah menunggu pembeli menghampiri dagangannya. Terik panas yang terasa menggigit tak mematahkan semangatnya mencari rejeki hari ini.
Lelaki asal Cirebon ini mengakui bahwa pendapatannya tahun ini tak seramai tahun-tahun sebelumnya. Namun ia tetap bersyukur karena pemasukannya sebagai pedagang terompet dadakan jauh lebih tinggi dibandingkan profesinya sehari-hari sebagai penjaja balon dan mainan keliling.
"Tahun ini agak menurun. Biasanya tanggal-tanggal segini sudah mulai ramai. Pesenan hotel biasanya banyak, tapi sekarang belum ada," keluh Andri ketika ditemui Suara.com di kawasan Pasar Asemka, Kota Tua, Jakarta Barat, Selasa (27/12/2016).
Selain pendapatan yang menurun, persaingan antar pedagang terompet yang banyak ditemukan di Kawasan Asemka juga menggerus pendapatan Andri. Belum lagi terpaan terompet plastik impor yang kini menjadi tren.
Tapi setidaknya Andri bersyukur bahwa terompet kertas yang dijajakannya masih lebih murah dibandingkan terompet plastik buatan pabrik. Untuk satu terompet, ia menjualnya seharga Rp 5 ribu atau Rp 50 ribu untuk satu lusinnya.
"Terompet kertas lebih murah modalnya, harga jual juga lebih murah jadi kejangkau buat anak-anak," ujar dia.
Selain terompet kertas, Andri juga menjajakan terompet Naga dan Ayam yang permukaannya terbuat dari spon. Alat tiupnya sendiri juga menggunakan material atom sehingga bunyi yang dihasilkan lebih nyaring ketimbang terompet kertas.
Untuk jenis terompet ini, Andri menjajakannya sebesar Rp 30 ribu untuk satu terompet dan Rp 170 ribu untuk satu lusin terompet. Ia mengatakan, terompet yang dijualnya berasal dari industri rumahan di Cengkareng atau Cirebon.
Pada saat ramai, Andri bisa menjual sekitar 100 lusin saat akhir tahun seperti ini. Biasanya ia akan berkeliling saat malam tahun baru di sekitaran Museum Fatahillah untuk menghabiskan dagangannya.
"Ya semoga nggak hujan aja pas tahun baru, kalau hujan pendapatan kita sepi. Apalagi untuk yang terompet kertas, bisa cepat rusak kalau kena air," ujar Andri berharap.
Baca Juga: Terungkap! 10 Aplikasi Inilah yang Kuras Baterai Android Anda