Setelah Amerika Serikat menyatakan abstain dalam pemungutan suara, Dewan Keamanan PBB pada Jumat (23/12/2016) mengesahkan resolusi yang menuntut Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman di wilayah Palestina yang didudukinya.
Sikap abstain tersebut merupakan perubahan kebijakan pemerintah Amerika Serikat, yang sebelumnya melindungi Israel dari tindakan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Rancangan resolusi diusung oleh Selandia Baru, Malaysia, Venezuela dan Senegal untuk dimajukan dalam pemungutan suara pada Jumat, satu hari setelah Mesir menarik rancangan di bawah tekanan Israel dan presiden terpilih AS, Donald Trump.
Israel dan Trump sebelumnya meminta Amerika Serikat untuk menggunakan hak veto (hak menolak) pengesahan rancangan di tingkat Dewan Keamanan.
Rancangan resolusi akhirnya disahkan setelah 14 negara menyatakan mendukung. Keputusan itu disambut dengan tepuk tangan meriah.
Resolusi pada Jumat merupakan yang pertama kalinya disahkan Dewan Keamanan menyangkut Israel dan Palestina selama hampir delapan tahun terakhir ini.
Sikap abstain AS sendiri mengundang kekecawaan besar dari Israel. Menteri Energi Israel Yuval Steinitz, Jumat (Sabtu 24/12/2016 WIB) mengatakan bahwa AS telah meninggalkan Israel menyusul sikap abstain AS dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyatakan bahwa pembangunan pemukiman Israel di wilayah yang didudukinya adalah ilegal.
Akibat keputusan AS yang langka itu karena tidak menggunakan hal veto, DK PBB pun secara bulat meminta agar Israel menghentikan pembangunan pemukiman di wilayah Palestina yang mereka duduki.
"Ini jelas bukan sebuah resolusi menentang pemukiman, tapi resolusi anti-Israel, menentang negara Yahudi dan masyarakat Yahudi. AS malam ini telah meninggalkan satu-satu sekutunya di Timur Tengah," kata Steinitz yang dikenal dekat dengan PM Israel Banjamin Netanyahu. (Antara)