Suara.com - Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan penyidik mulai mendalami laporan dugaan penghinaan pahlawan yang dilakukan Dwi Estiningsih. Dwi adalah kader Partai Keadilan Sejahtera.
Laporan yang dibuat Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia (Forkapri) telah diterima oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
"Sudah diterima oleh (penyidik) Krimsus," kata Iriawan di kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (23/12/2016).
Iriawan mengatakan jika saat ini penyidik sedang mendalami penyelidikan atas laporan tersebut dengan mendalami keterangan para saksi
Baca Juga: Fadli Zon Saran Tak Lagi Beli Alutsista Bekas
"Sedang (diselidiki) (penyidik) akan memanggil saksi," kata Iriawan
Sebelumnya, Forkapri melaporkan Dwi ke Polda Metro Jaya, Rabu (21/12/2016). Dwi dilaporkan terkait cuitan di Twitter @estiningsihdwi tentang gambar pahlawan di mata uang rupiah yang baru diluncurkan Bank Indonesia.
"Kami dari Forkapri melaporkan saudari Dwi Estiningsih atas cuitan yang berisi ujaran kebencian bernuansa SARA pada tanggal 19 dan 20. Masalah pahlawan kafir yang berisi ada lima uang yang dikeluarkan RI, 5 dari 11 pahlawan adalah kafir," kata Ketua Forkapri Birgaldo Sinaga usai membuat laporan di Polda Metro Jaya.
Birgaldo menilai konten cuitan Dwi bermuatan ujaran kebencian berbau SARA.
"Yang kedua twitannya yang berisi bahwa sebagian non muslim pejuang mayoritas adalah pengkhianat Jelas (ada tindak pidana) karena diduga melakukan unsur SARA. Itu kan ujaran kebencian apalagi itu pahlawan bangsa dimana negara telah memberikan penghargaan," kata dia.
Baca Juga: Pilkada 2017, Djarot: Idealnya Persaingan Tak Dikotori Unsur SARA
Birgaldo tidak menyebut nama lima pahlawan yang dianggap kafir. Birgaldo hanya menyebut nama daerah.
"Kalau dari uang ada dari Bali, Papua, Sumatera. Artinya itu jangan bangsa ini dipecah belah oleh politik identitas. Baju ini baju itu, kulit ini kulit itu," kata Birgaldo.
Birgaldo menilai konten di Twitter Dwi berpotensi memecah belah bangsa dan melukai hati keluarga para pejuang.
"Kami sebagai anak bangsa kebetulan ayah kami pejuang merasa sangat terluka dan ini bagian dari sebuah kami melihat ada upaya mengadu domba dan memecah belah seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Merauke dengan ujaran kebencian dan SARA," katanya.
"Tidak boleh lagi ada anak bangsa yang mencaci maki dan menghina para pahlawan bangsa yang telah berjuang kemerdekaan bangsa dan menghadiahkannya bagi kita semua," kata Birgaldo menambahkan.
Birgaldo menyesalkan kenapa Dwi menulis demikian di media sosial.
"Bagi kami jelas itu penghinaan karena setiap orang memiliki iman dan kepercayaan tapi tidak serta merta iman dan kepercayaan itu dilemparkan ke ruang publik dengan menganggap kita tidak orang beriman. Karena kita ini umat manusia yang diciptakan beragam," katanya.
Sekretaris Forkapri Achmad Zaenal Efendi mengajak teman-temannya di daerah untuk ikut mempolisikan Dwi.
"Saya sebagai anak pejuang merasa prihatin kok ada sampai gini. Dan berharap saya dengan kawan-kawan seluruh Indonesia sebagai anak pejuang meneruskan laporan setiap daerah karena sudah melukai dan melecehkan anak pejuang," kata Achmad.
Dalam laporan, Forkapri menyertakan dua barang bukti, berupa dua lembar print out berisi cuitan Dwi dan satu buah flashdisk. Laporan tersebut bernomor LP/6252/ XII/ 2016/ PMJ/ Dit.reskrimsus tertanggal 21 Desember 2016. Atas laporan tersebut, Dwi disangkakan telah melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE tahun 2008 Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman enam tahun penjara.