Suara.com - Sambil berdiri di dekat satu makam di taman yang berdampingan dengan rumahnya di pemukiman Hamidiyeh di Kota Aleppo, Suriah Utara, Muhammad Fahid melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an.
Sambil mengusap wajahnya, dia berkata, "Ini adalah makam istri saya." Dia menunjuk kepala batu nisan di satu makam di bagian tengah tempat yang biasanya menjadi taman.
Sebelum krisis bertahun-tahun di Suriah, bunga mawar biasa ditanam para penduduk di banyak kebun di Aleppo. Kini, taman itu berubah jadi hantu kematian yang siap mengambil nyawa selama perang berkecamuk untuk dibaringkan di tanah tersebut.
Lebih dari 20 kebun telah menjadi kompleks pemakaman di Aleppo. Bahkan, saking tingginya angka kematian, sampai-sampai orang harus mencari tempat lain untuk tempat peristirahatan terakhir bagi keluarga mereka yang tewas.
Baca Juga: Salah Memuji Messi, Pelatih Espanyol Ini Minta Maaf
Seperti yang dialami Fahid. Dia kesulitan untuk memakamkan sang istri yang meninggal pada 2013 akibat stroke. Tiga lokasi pemakaman resmi telah dia datangi saat itu, tapi tak jua menemukan tempat untuk memakamkan jenazah istri terkasih.
Belum lagi, soal kesulitan untuk sampai ke pemakaman resmi. Sebab sebagian jalan dikuasai gerilyawan atau berada di medan tempur. Alhasil, dia memutuskan mengubur jenazah istrinya di dekat rumah.
"Setiap hari saya bangun untuk melihat ke makamnya dari balkon dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran untuk arwahnya sambil mengenang hari-hari menyenangkan kami bersama," katanya.
Di Hamidiyeh, ada dua kebun yang dipisahkan oleh jalan, dan kedua-kebun tersebut dipenuhi kuburan.
Buat orang dewasa, itu sekarang menjadi pemakaman, tapi buat anak-anak di pemukiman tersebut, itu masih seperti kebun, dan nisan kuburan tak menghalangi mereka bermain di dalam kompleks itu, terutama saat salju menyelimuti Aleppo.
Baca Juga: Mourinho Harap Depay dan Young Memaafkannya, Ini Alasannya
Para anak-anak di Hamidiyeh tampak cuek dan riang gembira bermain di area pemakaman, seakan seperti sebuah taman bermain saja.