Nasib Buruk Hantui Korban Penggusuran Ahok di Rusun

Rabu, 21 Desember 2016 | 12:56 WIB
Nasib Buruk Hantui Korban Penggusuran Ahok di Rusun
Aldo Fellix Januardy, Pengacara Publik LBH Jakarta dalam konfrensi pers di kantor LBH, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2016). (suara.com/Erick Tajung)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merilis kondisi warga korban penggusuran Pemerintah Provinsi DKI yang kini tinggal di rumah susun. Berdasarkan hasil riset LBH Jakarta terhadap warga korban penggusuran sejak era pemerintahan Gubernur DKI Sutiyoso hingga Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kondisi mereka yang kini tinggal di rusun ternyata tidak sejahtera.

"Warga korban penggusuran paksa yang dipindahkan ke rumah susun justru kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan banyak terpaksa menunggak‎ biaya sewa," kata Aldo Fellix Januardy, Pengacara Publik LBH Jakarta dalam konfrensi pers di kantor LBH, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2016).

Rusun selalu dikampanyekan sebagai solusi utama bagi korban penggusuran sejak era Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso hingga Ahok. Mereka selalu menjanjikan kehidupan warga yang dipindah di Rusun jadi lebih sejahtera karena memperoleh banyak bantuan jaminan sosial dari pemerintah.

"Namun realitanya janji-janji itu tidak terpenuhi," ujar dia.

Baca Juga: Agus: Atasi Banjir Tak Harus Lewat Penggusuran

LBH menemukan, pengeluaran warga meningkat drastis dan kondisi ekonomi mereka semakin sulit sejak tinggal di Rusun. Survei menemukan 66.7 persen warga mengaku hanya membayar Rp0-Rp100 ribu perbulan untuk biaya sewa atau perawatan rumah sebelum digusur. Namun setelah digusur 35 persen warga mengalami peningkatan pengeluaran sewa hingga Rp100 ribu-Rp200 ribu (rumah lama hanya 11 persen) dan 42 persen sejumlah Rp200 ribu-Rp300 ribu (rumah lama hanya 7 persen). 18 persen mengaku membayar diatas Rp300 ribu per bulan.

Kemudian biaya lain yang mengalami peningkatan antara lain biaya konsumsi, biaya tagihan air, biaya tagihan listrik, dan biaya transportasi publik.

"Sebanyak 45.8 persen warga menyatakan mengeluarkan diatas Rp300 ribu perbulan ketika tinggal di Rusun," tutur dia.

Dia menambahkan, tingkat pengangguran meningkat sejak warga dipindah tinggal di rusun.

"Kami juga menemukan terjadi peningkatan dari 8.2 persen katika menghuni rumahh lama menjadi 13.5 persen warga tidak bekerja atau menganggur ketika menghuni rusun," terang dia.

Baca Juga: Jika Terpilih, Anies Janji Penggusuran Dilakukan dengan Manusiawi

Survei ini dilakukan pada April hingga Oktober 2016 dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Survei dilakukan di 18 rusun dengan jumlah responden 250 orang yang semuanya adalah kepala keluarga dari kalangan laki-laki dan perempuan. Lama penghuni Rusun rata-rata 0-2 tahun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI