Sampai Kapan Pun MUI Tak Toleransi Ormas Sweeping

Selasa, 20 Desember 2016 | 20:58 WIB
Sampai Kapan Pun MUI Tak Toleransi Ormas Sweeping
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Majelis Ulama Indonesia tidak memberikan toleransi kepada organisasi kemasyarakatan yang melakukan sweeping atribut keagamaan non Islam menjelang Natal.

"Sejak dahulu, sekarang, kapan pun, MUI tidak akan memberikan toleransi kepada masyarakat dan ormas untuk melakukan eksekusi dan sweeping," kata Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dalam konferensi pers di gedung MUI, Selasa (20/12/2016).

MUI menyoroti sweeping yang dilakukan ormas dengan alasan mengawal fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non Muslim yang diterbitkan pada 14 Desember 2016.

Fatwa MUI menyebutkan menggunakan atribut keagamaan non muslim adalah haram dan tindakan mengajak atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim juga adalah haram.

Salah satu pertimbangan penerbitan fatwa tersebut adalah laporan dari masyarakat kepada MUI mengenai penggunaan atribut keagamaan non-Islam kepada muslim, dalam kasus ini atribut Kristen menjelang perayaan hari raya Natal.

"Ormas mestinya hanya melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat terkait fatwa tersebut," kata dia. 

Maruf meminta pemerintah dan instrumen resminya melindungi masyarakat dan mencegah terjadinya pemaksaan untuk pemakaian atribut keagamaan non-muslim kepada pemeluk Islam.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian juga menegaskan ormas bukan penegak hukum sehingga tidak seharusnya melakukan sweeping.

"Ormas tidak boleh melakukan langkah upaya paksa dengan alasan penegakan fatwa. Mengawal fatwa untuk sosialisasi dan berkoordinasi dengan pemerintah boleh. Akan tetapi, kalau melakukan langkah sendiri tidak boleh," kata dia.

Tito mengatakan jika ormas yang sweeping tidak bersedia dibubarkan, aparat kepolisian dapat mengenakan Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dia menegaskan aparat kepolisian jangan ragu menindak sekelompok orang yang melakukan "sweeping" atau melakukan sosialisasi "sweeping". Jika setelah dibubarkan pelaku sweeping melawan, maka mereka dapat tangkap sesuai aturan hukum.

"Kalau ada petugas (kepolisian) yang terluka ancamannya tujuh tahun, pelaku bisa ditahan. Jangan ragu-ragu," kata Tito. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI