Apakah Hakim Berani Tak Terima Dakwaan JPU di Sidang Ahok?

Minggu, 18 Desember 2016 | 13:27 WIB
Apakah Hakim Berani Tak Terima Dakwaan JPU di Sidang Ahok?
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang perdana kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Selasa (13/12). (AFP/Pool)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Selasa 20 Desember. Sidang selanjutnya adalah mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum atas eksepsi atau nota keberatan Ahok.

Ketua Umum Komunitas Advokat Muda Ahok-Djarot (Kotak Badja) Muannas Alaidid berharap majelis hakim yang mengadili calon Gubernur Jakarta petahana itu dapat menolak seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang yang akan digelar Selasa.

"Kita berharap majelis hakim berani nggak membuktikan kasus ini, dan dakwaan (JPU) nggak diterima?," kata Muannas dalam konferensi pers bertemakan 'Penyesatan Hukum dalam Kasus Kriminalisasi terhadap Ahok dengan Pasal Penodaan Agama' di Resto Tjikini Lima, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (18/12/2016).

Menurut Muannas, JPU serta Bareskrim Polri mengetahui kasus Ahok tidak bisa diperoses hukum karena ada ketentuan yang diabaikan. Sebab, dakwaan terhadap Ahok dengan pasal 156a KUHP dengan meniadakan Undang-Undang Nomor 1 PNPS tahun 1965. Dengan begitu dia menganggap proses hukum Ahok melanggar "due process of law" yakni proses penegakan hukum yang adil dan benar.

Baca Juga: Kasus Eyang Subur Mirip dengan Kasus Penistaan Agama Ahok

Jika Ahok ingin didakwa dengan Pasal 156a KUHP dikatakan Muannas harus mengikuti mekanisme dalam UU penodaan agama, yakni sebelum kasus penodaan agama diposes secara hukum, yang bersangkutan harus diberikan peringatan keras terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dalam UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965.

"Saya yakin mereka tahu kasus ini nggak bisa diproses hukum karena ada ketentuan itu. Tapi karena ada tekanan massa makanya dilanjutkan," kata dia.

"Harapan kita pengadilan harus bisa berani merdeka, menghentikan kasus ini dan mengatakan dakwaan yang diajukan JPU prematur karena bertentangan dengan pasal 2 dati," Muannas menambahkan.

Dalam pasal 2 (1) berbunyi, "Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu dalam satu keputusan bersama menteri Agama, menteri/ Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

Baca Juga: Ahok Maksimalkan Peran BUMD untuk Jaga Inflasi Jakarta

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI