Sedih, di Tengah Penghematan Anggaran Bakamla, Masih Ada Garong

Kamis, 15 Desember 2016 | 19:20 WIB
Sedih, di Tengah Penghematan Anggaran Bakamla, Masih Ada Garong
Ketua KPK, Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif menunjukkan barang bukti OTT pejabat Bakamla di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo prihatin dengan terungkapnya kasus dugaan suap dalam proyek pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut. Kasus terungkap di tengah upaya pemerintah menghemat APBN Perubahan tahun 2016 melalui pemotongan nilai anggaran.

"Anda semua mungkin tahu, APBNP direvisi, dikurangi karena keuangan negara sedang menurunkan jumlahnya dari yang telah direncanakan. APBNP seharusnya untuk prioritas, tapi malah ini APBNP ada korupsi di dalamnya. Ini kita prihatin betul terhadap kejadian seperti ini," kata Agus di KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2016).

Komisioner KPK Laode M. Syarief juga prihatin. Pemotongan APBN Perubahan tahun 2016 merupakan upaya menghemat pengeluaran pemerintah.

Total nilai proyek pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut pada awalnya Rp400 miliar, kemudian dilakukan penghematan dan menjadi Rp200 miliar.

"Kalau tidak salah dari uang itu karena ada pemotongan anggaran Rp400 miliar lebih dijadikan Rp200 miliar lebih. Disesalkan anggaran sudah dipotong masih juga disunat lagi. Ini sesuatu yang sangat tidak baik," kata Syarief.

Syarief menekankan anggaran untuk sektor pertahanan sangat penting bagi Indonesia karena terkait dengan pertahanan negara.

"Ini adalah anggaran dibuat di tengah tahun, tetapi harusnya dibuat, direvisi dengan upaya penghematan dan harus sudah terarah betul. Ternyata masih ada praktik-praktik korupsi di pengadaan ini. Pengadaan ini sangat strategis sifatnya untuk kepentingan negara. Oleh karena itu, kami anggap sangat penting kalau anggaran untuk pertahanan dikorupsi, maka ini berdampak sangat tidak baik terhadap ketahanan Republik Indonesia," kata dia.

Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan empat orang menjadi tersangka yaitu Deputi Informasi‎ Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, pegawai PT. Melati Technofo Indonesia bernama Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah. Eko diduga menerima suap.

Kini, mereka ditahan di tiga rumah tahanan berbeda. Eko Susilo Hadi ditahan di Polres Jakarta Pusat, Hardy Stefanus ditahan di Polres Jakarta TImur, dan Muhammad Adami Okta ditahan di rutan KPK cabang Guntur.

Sementara Fahmi Darmawansyah belum ditahan KPK karena belum diketahui keberadaannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI