Dalam dakwaan pertama, Sanusi dinilai terbukti menerima Rp2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman Trinanda Prihantoro agar Sanusi mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) serta mengakomodasi pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman Widjaja.
Uang itu diberikan pada 28 dan 31 Maret 2016. Sebelum menerima uang itu Sanusi melakukan beberapa pertemuan dengan pengusaha reklamasi lain untuk membicarakan RTRKSP.
"Pertemuan pertama dilakukan di rumah Sugianto Kusuma yang dihadiri oleh anggota DPRD DKI Jakarta yaitu Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, Prasetyo Edy Marsudi, Mohamad Sangaji, Selamat Nurdin serta Ariesman Widjaja. Dalam pertemuan itu Ariesman menanyakan bagiamana proses pembahasan RTRKSP dimana terdkawa menjelaskan waktu dan proses pembahasan," kata Ronald.
Keberatan Pertemuan selanjutnya dilakukan di kantor PT Agung Sedayu Grup lantai 4, Glodok yang dihadiri Sanusi Sugianto Kusuma alias Aguan, Richard Halim Kusuma dan Ariesman WIdjaja. Dalam pertemuan itu kembali dibicarakan proses pembahasan RTRKSP dengan Ariesman mengatakan keberatan mengenai pasal yang memuat tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual.
Pada 3 Maret 2016 di Avenur Kemang Village Jakarta Selatan, terdakwa bertemu dengan Ariesman Widjaja. Dalam pertemuan tersebut Ariesman kembali menyatakan bahwa kontribusi tambahan sebesar 15 persen terlalu berat meski akan ditaruh di peraturan gubernur tapi kalau tidak diatur dalam Peraturan Daerah maka kontribusi tambahan itu akan lebih besar lagi dan mengusulkan tambahan kontribusi dikonversi dari kontribusi sebesar 5 persen.
Selanjutnya Ariesman menawarkan untuk memberikan uang Rp2,5 miliar kepada Sanusi yang juga anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra.
"Mengenai pertemuan di Kemang Village itu terdakwa mengaku berbohong kepada Mohamad Taufik tapi menurut penilaian penuntut umum hal itu tidak benar dan tidak berkesuaian, sebaliknya keterangan terdakwa yang menyatakan "kontribusi tambahan diambil dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) ini adalah sangat sesuai dengan kata-kata Ariesman Widjaja saat bertemu dengan Arisman di Kemang Village, sehingga keterangan terdakwa berbohong ke Taufik harus dikesampingkan," ungkap Ronald.
Aset Dalam dakwaan kedua JPU menilai bahwa Sanusi terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar, yaitu dengan melakukan pembelian aset berupa rumah dan apartemen hingga mobil mewah yang tidak sesuai dengan profil pendapatannya.
Dalam kurun waktu September 2009 sampai April 2016, Sanusi menerima penghasilan resmi setiap bulannya dari gaji, tunjangan sebagai anggota DPRD DKI Jakarta sebesar Rp2,237 miliar. Pendapatan itu masih ditambah penghasilan lain sebagai direktur PT Bumi Raya Properti, uang sewa dan penghasilan lain sejak 2009-2015 sebesar Rp2,6 miliar.
Sepanjang menjadi anggota DPRD sejak 2009, Sanusi juga tidak pernah melakukan pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK.