Usai Diperiksa KPK Kasus E-KTP, Novanto Senang, Kok Bisa?

Selasa, 13 Desember 2016 | 16:48 WIB
Usai Diperiksa KPK Kasus E-KTP, Novanto Senang, Kok Bisa?
Ketua DPR RI Setya Novanto usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (13/12). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto berterimakasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang hari ini memanggilnya. Novanto dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto dan Irman dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik.

"Hari ini saya diundang oleh KPK sebagai saksi Sugiharto dan Irman, tentu ini saya terimakasih kepada KPK," kata Novanto usai diperiksa KPK.

Novanto senang karena diberi kesempatan KPK untuk menjelaskan duduk perkara kasus e-KTP.

"Karena tadinya saya memang ada rapat paripurna, tapi karena ini sangat penting untuk bisa saya mengklarifikasi secara keseluruhan," katanya.

Ketika ditanya apa saja yang ditanyakan penyidik, anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur tersebut enggan menjelaskan.

"Semuanya sudah saya jelaskan dan substansinya silakan saja tanya kepada pemeriksa. Dan di dalam menjalankan supremasi hukum, tentu saya selaku ketua DPR dan rakyat biasa, saya mematuhi apa yang menjadi kewenangan daripada pemeriksa untuk menyampaikan segala apa yang ditanya," kata Novanto.

Novanto dimintai keterangan KPK karena namanya disebut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin dalam persidangan. Novanto bersama dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mengatur proyek e-KTP.

Novanto, kata Nazarudin, kecipratan fee 10 persen dari pemilik PT. Sandipala Arthaputra Paulus Tannos yang merupakan anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia. Konsorsium ini memenangi tender proyek.

Namun, Novanto membantah. Dia juga membantah ada aliran dana ke Komisi II DPR ketika pembahasan proyek senilai Rp5,9 triliun berlangsung.

"Itu, nggak benar. Nggak benar itu," kata

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI