Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Selain Ketua DPR, Setya Novanto, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Betty Epsilon Idroos. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka S," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2016).
Belum diketahui pasti apa hubungan Betty dalam kasus ini. Namun, diduga kuat dia tahu banyak soal pengadaan e-KTP yang bermasalah ini. Betty, sebelum aktif di KPU DKI, merupakan staf ahli di Komisi II DPR. Jabatan itu diembannya dari tahun 2009 sampai 2013, di mana saat itu pula pengadaan e-KTP dilakukan. Selain Betty, KPK juga memanggil beberapa saksi lain. Mereka adalah anggota DPR Arif Wibowo.
Diketahui, KPK membuka kasus e-KTP kepada publik pada 22 April 2014 silam. Terhitung sejak saat itu, KPK sudah dua tahun lebih menyidik kasus tersebut. KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, sebagai tersangka. Dia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek senilai Rp5,9 triliun.
Dalam catatan KPK, proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan pada kontrak tender dengan yang ada di lapangan. Proyek itu, sesuai perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), merugikan negara sebanyak Rp2 triliun.
Dalam perkembangannya, mantan Dirjen Dukcapil Irman juga ditetapkan jadi tersangka. Irman dan Sugiharto dikenakan Pasal 2 ayat 2 subsider ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 kesatu dan 64 ayat 1 KUHP.
KPK memastikan perkara e-KTP tidak berhenti pada dua tersangka ini. Melihat besarnya kerugian negara, KPK pun menduga ada pihak lain yang "bermain" di proyek ini. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, sempat menyebut bahwa Ketua Umum Golkar Setya Novanto terlibat dalam kasus ini. Novanto bersama dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mengatur jalannya proyek e-KTP.
Novanto, kata Nazar, kecipratan fee 10 persen dari Paulus Tannos selaku pemilik PT Sandipala Arthaputra yang masuk anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia. Konsorsium ini memenangi tender proyek e-KTP. Terakhir, Nazaruddin menyebut mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi juga terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Menurut dia, Gamawan turut menerima gratifikasi, kendati belakangan telah dibantah yang bersangkutan.