Gagalkan Rencana Bom Kantor Jokowi, Densus 88 Dipuji

Siswanto Suara.Com
Minggu, 11 Desember 2016 | 20:20 WIB
Gagalkan Rencana Bom Kantor Jokowi, Densus 88 Dipuji
Ilustrasi Istana Merdeka [suara.com/Erick Tanjung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan penangkapan terhadap empat terduga teroris yang berencana mengebom Istana Presiden, Jakarta Pusat, pada Sabtu (10/12/2016), di Kota Bekasi, Jawa Barat, merupakan bentuk implementasi doktrin preventive justice yang efektif dalam penanganan terorisme.

"Polri berhasil meyakinkan publik bahwa aparatnya mampu mencegah terjadinya tindakan teror dan menciptakan rasa aman warga, meski dengan landasan hukum yang terbatas dalam UU Antiterorisme," kata Hendardi melalui pernyataan tertulis kepada Suara.com, Minggu (11/12/2016).

Menurut Hendardi tindakan pencegahan ini adalah prestasi yang pantas diapresiasi dan sekaligus membuktikan dua hal. Pertama, ancaman radikalisme dan terorisme terus terjadi dengan eskalasi yang meningkat. Kedua, Polri telah menjalankan perannya sebagai aparat keamanan mampu mencegah terjadinya kekerasan yang lebih luas dan sebagai aparat hukum mampu bekerja dalam kerangka sistem peradilan pidana, yang memandang bahwa terorisme adalah kejahatan dan ancaman keamanan bukan sebagai ancaman pertahanan negara, yang harus diatasi dengan doktrin perang yang represif.

Konsep preventif justice, kata Hendardi, memang rentan menimbulkan penanganan yang represif dan berpotensi menimbulkan unfair trial dalam proses peradilan pidana. Karena itu, sekalipun dalam revisi UU Antiterorisme konsep ini akan diadopsi, implementasinya tetap dalam kerangka sistem peradilan pidana dengan rumusan batasan yang ketat sebagai kompromi antara pengutamaan kebutuhan keamanan dan pengutamaan perlindungan HAM.

"Kompromi inilah yang dikenal sebagai margin of appreciation dalam mengatasi rights on dispute," katanya.

Sementara, untuk mengatasi meluasnya radikalisme, Polri harus juga bekerja ekstra menangani setiap aksi intoleransi. Karena terorisme adalah puncak dari intoleransi. Artinya, kata Hendardi, pencegahan dan penanganan terorisme yang genuine harus dimulai dengan tidak kompromi pada aksi-aksi intoleransi sebagai bibit dari terorisme.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI