Kisah Naser Jeldha Menjaga Warisan Kristen di Gaza

Liberty Jemadu Suara.Com
Minggu, 11 Desember 2016 | 17:46 WIB
Kisah Naser Jeldha Menjaga Warisan Kristen di Gaza
Naser Jeldha berbincang dengan wartawan di studionya di Gaza City pada 4 Desember lalu (Reuters/Suhaib Salem).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hanya sekitar 1.200 orang Kristen yang masih bertahan di Gaza, cuma segelintir dari total populasi wilayah Palestina yang kini dikuasai oleh kelompok pejuang Hamas.  Di wilayah rawan konflik dengan Israel ini Naser Jeldha setia menjaga warisan budaya Kristen nenek moyangnya melalui seni.

Dalam studio mungilnya di pusat kota tua Gaza, tak jauh dari sebuah gereja Ortodox yang didirikan pada abad kelima, Jeldha menghabiskan hari-harinya untuk memahat patung-patung, cuplikan peristiwa di dalam Alkitab, dan melukis rupa Yesus, para orang kudus dalam tradisi Kristen.

"Saya menyampaikan pesan tentang agama saya," kata lelaki berusia 57 tahun, salah satu umat Gereja Ortodoks Yunani di Gaza, "Saya ingin orang melihatnya, tak hanya membacanya di dalam teks-teks gereja."

Jeldha bekerja sambil mendengarkan musik-musik rohani Bizantium yang mengalun lamat-lamat di dalam studionya, menciptakan atmosfer dari masa yang telah lampau.

Sebuah piano Rusia berusia 150 tahun terletak di pojok studionya, sementara berbagai karyanya digantung di didinding dan beberapa lainnya didirikannya di atas sofa.

Selain memahat dan melukis, lelaki berkacamata tebal itu juga bisa bermain akordion, piano, serta gitar.

Jelang perayaan Natal, yang dirayakan pada 7 Januari oleh gereja Ortodoks, Jeldha sibuk membuat beberapa hadiah untuk teman dan keluarganya.

Jeldha, yang telah 35 tahun berprofesi sebagai seniman, memang tak menjual karya-karyanya. Ia biasa menghadiahkan karyanya dalam pesta pernikahan atau dalam acara istimewa gereja. Meski demikian ia berencana membuat pameran dalam waktu dekat.

Dalam dua pekan ia berharap terpilih sebagai satu dari 800 warga Kristen Gaza yang diizinkan Israel untuk berziarah ke Betlehem, kota yang dipercaya orang-orang Kristen sebagai tempat kelahiran Yesus, di Tepi Barat, Palestina.

"Kami telah mengajukan izin dan jika kami diizinkan, saya ingin mengajak keluarga saya," kata Jeldha yang kukuh tetap bertahan di Gaza, meski ribuan umat Kristen telah meninggalkan kawasan itu selama beberapa dekade terakhir karena tekanan ekonomi akibat blokade Israel.

Umat Kristen hidup berdampingan secara harmonis dengan umat Islam di Gaza, meski ada beberapa serangan oleh kelompok garis keras terhadap simbol-simbol serta makam umat Kristen setempat.

Hamas, yang berkuasa di Gaza sejak 2006, benar-benar menjaga agar umat Kristen merasa aman dan dilindungi. Para pemimpin Hamas lazim berkunjung ke tiga pemimpin Gereja di Gaza untuk membangun hubungan yang erat.

Jeldha mengakui bahwa ekonomi di Gaza sangat sukar, terutama karena blokade Israel dan Mesir. Harga-harga kebutuhan pokok di kawasan itu sangat mahal dan sukar diperoleh.

Meski demikian, Jeldha, yang menggantung sebuah salib biru di pintu depan rumahnya, mengatakan dia tidak akan meninggalkan Gaza.

"Saya tinggal di sini selama 54 tahun. Saya punya hubungan persaudaraan yang indah dengan umat Islam," kata ayah beranak empat itu, "Gaza sangat cantik dan saya tidak akan meninggalkannya. Di sini saya tak merasa asing."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI