Suara.com - Peristiwa pembubaran acara Kebaktian Kebangunan Rohani Natal di Gedung Sabuga Institut Teknologi Bandung, Selasa (6/12/2016) sore, oleh kelompok orang yang mengatasnamakan Pembela Ahlus Sunnah menjadi perhatian serius Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.
Melalui akun Facebook, Ridwan Kamil melaporkan hasil rapat dan kesepakatan antara Pemerintah Kota Bandung, Majelis Ulama Indonesia, Forum Kerukunan Umat Beragama, Forum Silaturahmi Ormas Islam, Kementerian Agama Kota Bandung, Bimas Kristen Kemenag Jawa Barat, Polrestabes Bandung, dan Kejaksaan Negeri Kota Bandung pada 6 Desember dan hasil pertemuan Pemkot Bandung dengan Komnas HAM pada 9 Desember.
Satu, kegiatan ibadah keagamaan tidak memerlukan izin formal dari lembaga negara, cukup dengan surat pemberitahuan kepada kepolisian.
Kedua, kegiatan ibadah keagamaan diperbolehkan dilakukan di gedung umum, selama sifatnya insidentil. SKB 2 Menteri 2006 hanyalah tata cara untuk pengurusan ijin Pendirian Bangunan Ibadah permanen atau sementara.
Tiga, tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau melakukan kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal karena melanggar KUHP pasal 175 dan 176, dengan hukuman kurungan badan maksimal satu tahun empat bulan.
Empat, kehadiran secara fisik di ruangan peribadatan KKR oleh sekelompok warga yang tergabung dalam ormas Pembela Ahli Sunnah di tanggal 6 Desember 2016 adalah pelanggaran hukum KUHP. Seburuk-buruknya situasi yang berhak melakukan pemberhentian kegiatan keagamaan dengan alasan hukum yang dibenarkan hanyalah aparat negara bukan kelompok masyarakat sipil.
Lima, sesuai UU 17 Tahun 2013 tentang Keormasan, ormas dilarang menebarkan rasa permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan golongan. Karenanya Pemkot Bandung memberi sanksi kepada ormas Pembela Ahli Sunnah dengan dua tahap sanksi sesuai aturan: tahap persuasif dan tahap pelarangan organisasi.
Enam, tahap persuasif: dalam rentang waktu tujuh hari, ormas Pembela Ahli Sunnah diwajibkan memberikan surat permohonan maaf kepada panita KKR dan menyatakan kepada Pemkot Bandung akan mengikuti semua peraturan perundangan-undangan dalam berkegiatan sebagai ormas di wilayah hukum negara Indonesia.
Tujuh, apabila ormas Pembela Ahli Sunnah menolak memberikan surat pernyataan, maka Pemkot Bandung yang secara hukum diberi kewenangan oleh UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, akan memaklumatkan pelarangan berkegiatan di wilayah hukum Kota Bandung kepada ormas PAS.
Delapan, sesuai rekomendasi Komnas HAM, aspek dugaan pelanggaraan hukum oleh ormas Pembela Ahli Sunnah atas situasi ini agar dilakukan secepatnya dan sebaik-baiknya oleh pihak kepolisian.
Sembilan, meminta MUI, FKUB, dan FSOI untuk mengintensifkan forum dialog antara kelompok umat beragama di Kota Bandung.
"Demikian kesepakatan bersama yang diambil dengan seadil-adilnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai tindaklanjut dari permasalahan kegiatan KKR yang terjadi tanggal 6 Desember 2016 di Sasana Budaya Ganesha. Hatur Nuhun," tulis Ridwan Kamil.