Gempa Aceh: Selembar Kasur Selamatkan Nyawa Yusuf Sekeluarga

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Sabtu, 10 Desember 2016 | 14:47 WIB
Gempa Aceh: Selembar Kasur Selamatkan Nyawa Yusuf Sekeluarga
Salah satu warga melaksanakan salat Jumat di halaman Masjid Jamik Quba, Pidie Jaya, Aceh, Jumat (9/12/2016) [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tubuh M. Yusuf, 35 tahun, tergolek lemah di atas dipan ruang bagian operasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chik Ditiro, Kabupaten Pidie, Aceh dengan selang infus menancap di tangannya.

Matanya benar-benar sulit untuk dikatupkan. Bayangan kejadian "horor" seumur hidupnya sesekali muncul bak serial film. Itu yang menjadi alasan sulit untuk tidur apalagi jika mendengar suara berderak-derak di lorong rumah sakit, dia akan terkesiap.

Sudah dua hari, Yusuf tergeletak di rumah sakit menunggu jadwal proses operasi.

"Istri saya Yulida (28 tahun) dan anak saya yang berusia dua tahun, katanya sudah di ruang perawatan," ujarnya.

Baca Juga: Satu Lagi Ditemukan, Total Korban Meninggal Gempa Aceh 101 Jiwa

Dari perkataan itu mengalirlah kesaksian dirinya tentang begitu dahsyatnya gempa yang telah meluluhlantakan rumah dan toko yang selama ini menjadi andalan mencari rezeki di Gampong Teungah, Kabupaten Pante Raja.

"Kalau tidak ada kasur itu, entahlah nyawa saya sudah tidak ada," kata Yusuf sambil menahan tangis.

Saat gempa terjadi dirinya masih terjaga, mungkin karena saking kencangnya guncangan itu kasur di tempat tidurnya menghempaskan dia bersama istri dan anaknya.

"Saya masih sadar, tiba-tiba bebatuan berjatuhan di atas kasur dan gelap gulita sekelilingnya," ujar Yusuf.

Dia mengaku berusaha untuk meminta tolong namun beberapa saat tidak ada yang mendengarnya.

Baca Juga: Libur Panjang, 99 Ribu Kendaraan Masuk Tol Jakarta-Cikampek

"Saat terjatuh tertutup kasur itu, saya mendengar suara seperti air ke luar dari bawah tanah dengan kencangnya," katanya.

Tidak lama kemudian, dia mendengar sayup-sayup suara orang dari reruntuhan itu.

"Saya tidak tahu sudah berapa lama di dalam puing-puing itu," katanya menahan air mata yang akan ke luar.

Yang saya tahu, warga sudah mengangkatnya dari sela-sela reruntuhan.

"Astaghfirullah," ucapnya lalu terdiam sejenak menceritakan kejadian itu. "Saya masih trauma kejadian itu."

Setelah menarik nafas dalam-dalam, dia menceritakan kembali tentang toko yang menjadi satu-satunya di Gampong.

"Saya berjualan kelontong. Alhamdulillah, saya dan sekeluarga masih bisa diselamatkan, Ya Allah... tetangga saya dua orang meninggal," katanya.

Dia berharap segera dioperasi dan dirawat hingga bisa ke luar rumah sakit untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

"Ini ujian dari Allah, saya harus bangkit kembali," katanya.

Peristiwa memilukan seperti itu juga dialami Nur Fitri, 15 tahun. Kini, dia sedang menunggu jadwal operasi setelah kaki kanannya tertimpa beton atap rumah.

"Anak saya luka dalam di bagian kaki kanannya," kata ayah Nur Fitri, Umar, warga Gampong Lorong Jambu, Pidie Jaya.

Fitri tertimpa beton atap rumah yang menutup setengah kakinya.

"Saya sudah sejak Rabu menunggu antrian untuk operasi, bahkan mendapatkan nomor urut 3, tapi sampai sekarang belum dipanggil juga," kata Fitri.

Sudah berulang kali Fitri berpuasa menjelang operasi, tapi belum juga dilakukan. Alasan pihak rumah sakit, kata Umar, operasi belum bisa dilakukan karena harus membersihkan infeksi di bagian kakinya.

"Anak saya mengalami luka di kaki kanan karena tertimpa beton rumah," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI