Suara.com - Tubuh M. Yusuf, 35 tahun, tergolek lemah di atas dipan ruang bagian operasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chik Ditiro, Kabupaten Pidie, Aceh dengan selang infus menancap di tangannya.
Matanya benar-benar sulit untuk dikatupkan. Bayangan kejadian "horor" seumur hidupnya sesekali muncul bak serial film. Itu yang menjadi alasan sulit untuk tidur apalagi jika mendengar suara berderak-derak di lorong rumah sakit, dia akan terkesiap.
Sudah dua hari, Yusuf tergeletak di rumah sakit menunggu jadwal proses operasi.
"Istri saya Yulida (28 tahun) dan anak saya yang berusia dua tahun, katanya sudah di ruang perawatan," ujarnya.
Baca Juga: Satu Lagi Ditemukan, Total Korban Meninggal Gempa Aceh 101 Jiwa
Dari perkataan itu mengalirlah kesaksian dirinya tentang begitu dahsyatnya gempa yang telah meluluhlantakan rumah dan toko yang selama ini menjadi andalan mencari rezeki di Gampong Teungah, Kabupaten Pante Raja.
"Kalau tidak ada kasur itu, entahlah nyawa saya sudah tidak ada," kata Yusuf sambil menahan tangis.
Saat gempa terjadi dirinya masih terjaga, mungkin karena saking kencangnya guncangan itu kasur di tempat tidurnya menghempaskan dia bersama istri dan anaknya.
"Saya masih sadar, tiba-tiba bebatuan berjatuhan di atas kasur dan gelap gulita sekelilingnya," ujar Yusuf.
Dia mengaku berusaha untuk meminta tolong namun beberapa saat tidak ada yang mendengarnya.
Baca Juga: Libur Panjang, 99 Ribu Kendaraan Masuk Tol Jakarta-Cikampek
"Saat terjatuh tertutup kasur itu, saya mendengar suara seperti air ke luar dari bawah tanah dengan kencangnya," katanya.