Suara.com - Wali Kota Bandung M Ridwan Kamil menegaskan bahwa tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil atau organisasi masyarakat melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal.
Menurutnya, tindakan itu melanggar KUHP pasal 175 dan 176, dengan hukuman kurungan badan maksimal 1 tahun 4 bulan.
Pernyataan Ridwan merupakan salah satu hasil rapat dan kesepakatan antara Pemkot Bandung dengan MUI, Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB), Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI), Kemenag Kota Bandung, Bimas Kristen Kemenag Jawa Barat, Polrestabes Bandung, dan Kejaksaan Negeri Kota Bandung pada hari Jumat, 8 Desember 2016, seperti dilaporkan Antara.
Begitupula hasil rapat antara Pemkot Bandung dan Komnas HAM hari Sabtu, 9 Desember, terkait permasalahan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sabuga pada 6 Desember.
Hasil rapat dan kesepakatan bersama tersebut dipublikasikan oleh Wali Kota yang akrab disapa Kang Emil itu melalui akun jejaring sosial miliknya, yakni Facebook, pada Sabtu pukul 00.00 WIB.
Berikut pernyataan lengkapnya:
Melaporkan hasil rapat dan kesepakatan antara Pemkot Bandung dengan MUI, Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB), Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI), Kemenag Kota Bandung, Bimas Kristen Kemenag Jawa Barat, Polrestabes Bandung dan Kejaksaan Negeri Kota Bandung tanggal 8 Desember 2016, dan hasil rapat antara Pemkot Bandung dan Komnas HAM tanggal 9 Desember 2016, terkait permasalahan kegiatan KKR di Sabuga tanggal 6 Desember 2016,
Dengan ini dipermaklumkan:
1. Kegiatan ibadah keagamaan tidak memerlukan izin formal dari lembaga negara, cukup dengan surat pemberitahuan kepada kepolisian.
2. Kegiatan ibadah keagamaan diperbolehkan dilakukan di gedung umum, selama sifatnya insidentil. SKB 2 Menteri 2006 hanyalah tata cara untuk pengurusan izin Pendirian Bangunan Ibadah permanen/sementara.
3. Tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau melakukan kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal karena melanggar KUHP pasal 175 dan 176, dengan hukuman kurungan badan maksimal 1 tahun 4 bulan.
4. Kehadiran secara fisik di ruangan peribadatan KKR oleh sekelompok warga yang tergabung dalam Ormas Pembela Ahli Sunah (PAS) di tanggal 6 Desember 2016, adalah pelanggaran hukum KUHP. Seburuk-buruknya situasi yang berhak melakukan pemberhentian kegiatan keagamaan dengan alasan hukum yang dibenarkan hanyalah aparat negara bukan kelompok masyarakat sipil.
5. Sesuai UU 17 Tahun 2013 tentang Keormasan, Ormas dilarang menebarkan rasa permusuhan terhadapa suku, agama, RAS dan golongan. Karenanya Pemkot Bandung memberi sanksi kepada Ormas PAS dengan 2 tahap sanksi sesuai aturan: Tahap persuasif dan Tahap Pelarangan Organisasi.
6. Tahap persuasif: dalam rentang waktu 7 hari, Pihak Ormas PAS diwajibkan memberikan surat permohonan maaf kepada panita KKR dan menyatakan kepada pemkot Bandung akan mengikuti semua peraturan perundangan-undangan dalam berkegiatan sebagai Ormas di wilayah hukum Negara Indonesia.
7. Apabila Ormas PAS menolak memberikan surat pernyataan, maka Pemkot Bandung yang secara hukum diberi kewenangan oleh UU 17 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, akan memaklumatkan pelarangan berkegiatan di wilayah hukum Kota Bandung kepada ormas PAS.
8. Sesuai rekomendasi Komnas HAM, aspek dugaan pelanggaraan hukum oleh Ormas PAS atas situasi ini agar dilakukan secepatnya dan sebaik-baiknya oleh pihak kepolisian.
9. Meminta MUI, FKUB dn FSOI untuk mengintensifkan forum dialog antara kelompok umat beragama di Kota Bandung.
"Demikian kesepakatan bersama yang diambil dengan seadil-adilnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai tindak lanjut dari permasalahan kegiatan KKR yang terjadi tanggal 6 Desember 2016 di Sasana Budaya Ganesha. Hatur Nuhun," ujar Ridwan Kamil.