Suara.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan dalam menilai persoalan sensitif, terutama kasus keagamaan, harus mempelajari diihat aspek legal formalnya sehingga permasalahannya menjadi lebih terang dan tidak menimbulkan kecurigaan. Pernyataan Fahri untuk menanggapi aksi penghentian acara Kebaktian Kebangunan Rohani Natal di Gedung Sabuga Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat, Selasa (6/12/2016) sore.
"Jadi yang kayak gini kita tidak boleh (menyentuh masalah agama) sensitif. Tapi basisnya harus legal formal biar ngomongnya enak. Nggak boleh ada kecurigaan macam-macam yang di luar keterangan resmi," kata Fahri di DPR, Jumat (9/12/2016).
Menurut Fahri tidak ada masalah kegiatan keagamaan yang dilakukan di luar tempat ibadah. Yang terpenting, kata dia, tetap mengikuti peraturan.
"Sehingga, masyarakat tidak mudah terprovokasi dan salah paham," kata dia.
Fahri mengatakan kepolisian juga harus menjalankan tugas dengan baik dengan mengidentifikasi informasi yang berkembang di masyarakat sehingga tidak menjadi alat provokasi.
"Jadi mana yang salah paham dan mana informasi yang benar sehingga kemudian tidak menjadi benturan dan itu tidak baik. Padahal kita pada dasarnya tidak ada yang namanya intoleransi. Cuma karena ada situasi yang tidak jelas, masyarakat kita banyak, ada yang provokasi dan ini yang mencoreng wajah kita semua," kata dia.
Lebih jauh, Fahri meminta pemerintah daerah bertanggungjawab atas peristiwa di Sabuga. Jangan sampai pemimpin daerah berbeda pendapat. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menganggapnya perkara kecil, sedangkan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menganggap masalah ini level provinsi.
"Harusnya ini pemerintah bertanggungjawab kenapa peristiwa ini terjadi. Kalau ada kesalahan di pemda ya pemda harus minta maaf kenapa ini terjadi. Dan kepada panitia juga harus duduk bersama dengan pemda menunjukkan kepada masyarakat kegiatan itu ada dasar dan izinnya dan bisa diperlihatkan dan dipertanggungjawabkan," kata Fahri.