Indonesia merupakan negara hukum, dalam Konstitusi negara dijamin hak setiap orang untuk memeluk dan beribadat menurut agamanya itu. Tidak cukup dalam konsteks Konstitusi, perlindungan itu juga menuntut peran aktif Negara untuk menjaga dan menjamin pemenuhan hak konstitusi tersebut.
"Salah satunya dengan mengatur larangan bagi setiap orang untuk mengganggu dan merintangi pertemuan-pertemuan agama sebagaimana tercantum dalam Pasal 175 dan 176 Kitab Hukum Pidana (KUHP) Indonesia," kata Sahat Martin Philip Sinurat, Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI dalam keterangan tertulis, Kamis (8/12/2016).
GMKI menilai bahwa peristiwa pembubaran paksa yang dilakukan sekelompok orang pada Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Perayaan Natal di Kota Bandung adalah salah satu bentuk pelanggaran dan perbuatan melawan hukum yang harus segera direspon oleh Negara melalui aparaturnya.
GMKI menilai bahwa apa yang terjadi pada 6 Desember 2016 di Sabuga Bandung tidak bisa dibiarkan tanpa adanya proses hukum yang jelas. Untuk itu GMKI selain mendorong Pemerintah untuk mengambil tindakan tegas, juga akan mempertimbangkan menempuh jalur hukum yang tersedia, baik secara pidana dan atau perdata.
Baca Juga: Hanura: Sejak Kapan Islam Mengajarkan Tidak Toleran?
Sebagai bagian warga negara Indonesia yang bertanggungjawab, GMKI meminta Negara untuk tidak boleh lepas tangan dan kalah dari tindakan-tindakan intoleran yang dapat menjadi bibit perpecahan bangsa. Semakin sering tindakan-tindakan tidak bertanggung jawab dan intoleran seperti ini dibiarkan, maka kejadian serupa akan semakin sering terjadi. "Terlebih penting, masa depan keutuhan dan persatuan bangsa akan dipertaruhkan," tutup Sahat.