Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho menilai lambannya pemerintah memberantas korupsi dan penegakan hukum terjadi karena Presiden Joko Widodo salah memilih Jaksa Agung. Saat ini Jaksa Agung dijabat M. Prasetyo yang merupakan kader Partai Nasional Demokrat.
"Ini akibat Jokowi salah pilih Jaksa Agung," ujar Emerson dalam diskusi bertajuk Refleksi dan Proyeksi Penegakkan Hukum di gedung Lembang Administrasi Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2016).
Menurut Emerson penanganan kasus korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung selama ini hanya berdasarkan kuantitas, bukan kualitas.
Emerson juga menyoroti operasi tangkap tangan terhadap Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija dan Mochamad Itoc Tochija, suami Atty yang juga mantan Wali Kota Cimahi. Menurutnya operasi itu seharusnya dilakukan Kejaksaan Tinggi, bukan KPK.
"Saat ini muncul fenomena KPK menangkap banyak kepala daerah lewat OTT seperti di Cimahi, ini menunjukkan persoalan serius penanganan kasus korupsi di kepolisian dan kejaksaan. Kasusnya level kejaksaan tinggi tapi kok oleh KPK yang kasusnya jauh lebih kakap. Bicara penanganan kasus betul di beberapa presentasi kepolisian, kejaksaan, secara kuantitas banyak yang ditangani. Secara kualitas banyak yang sedang diselesaikan, tapi nggak terlihat," katanya.
Emerson kemudian menyebut indikasi lainnya yang menunjukkan lemahnya kinerja Jaksa Agung.
"Dugaan intervensi politik muncul dalam sejumlah penghentian kasus korupsi yang ditangani kejaksaan. Proses penyelidikan kasus korupsi "papa minta saham" yang (diduga) melibatkan Setya Novanto dikabarkan dihentikan di kejaksaan. Lalu penyidikan rekening gendut kepala daerah salah satunya Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang berasal dari Partai Amanat Nasional dihentikan 2015, karena tidak terbukti kuat untuk ditingkatkan ke penyidikan. lalu pada 2016, Nur Alam jadi tersangka KPK atas dugaan penerbitan izin tambang sejak tahun 2009 hingga 2014," tuturnya.
Emerson kemudian menyoroti proses penunjukan Jaksa Agung. Menurut Jaksa Agung yang merupakan kader partai politik bisa memunculkan masalah.
" Lagi-lagi, ketika proses pemilihan Kabinet Kerja yang agak molor, kan saat pemilihan Jaksa Agung. Konsolidasi partai politik memberi pengaruh bagi proses penegakan hukum, terjebak pada penyanderaan pemilihan Jaksa Agung, saya pikir ini blunder memilih Jaksa Agung dari partai politik, paling tidak memunculkan loyalitas ganda," kata dia
Itu sebabnya, Emerson menyarankan kepada Presiden untuk mengganti Prasetyo.
"Jokowi sebaiknya mengganti Prasetyo sebagai Jaksa Agung, karena ujung tombak tidak memberi citra positif buat kejaksaan dan Jokowi dan untuk apa di pertahankan. di 2016 ini titik lemah di kejaksaan, jadi harus pilih figur yang berkualitas dan yang independen," kata dia.
"Ini akibat Jokowi salah pilih Jaksa Agung," ujar Emerson dalam diskusi bertajuk Refleksi dan Proyeksi Penegakkan Hukum di gedung Lembang Administrasi Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2016).
Menurut Emerson penanganan kasus korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung selama ini hanya berdasarkan kuantitas, bukan kualitas.
Emerson juga menyoroti operasi tangkap tangan terhadap Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija dan Mochamad Itoc Tochija, suami Atty yang juga mantan Wali Kota Cimahi. Menurutnya operasi itu seharusnya dilakukan Kejaksaan Tinggi, bukan KPK.
"Saat ini muncul fenomena KPK menangkap banyak kepala daerah lewat OTT seperti di Cimahi, ini menunjukkan persoalan serius penanganan kasus korupsi di kepolisian dan kejaksaan. Kasusnya level kejaksaan tinggi tapi kok oleh KPK yang kasusnya jauh lebih kakap. Bicara penanganan kasus betul di beberapa presentasi kepolisian, kejaksaan, secara kuantitas banyak yang ditangani. Secara kualitas banyak yang sedang diselesaikan, tapi nggak terlihat," katanya.
Emerson kemudian menyebut indikasi lainnya yang menunjukkan lemahnya kinerja Jaksa Agung.
"Dugaan intervensi politik muncul dalam sejumlah penghentian kasus korupsi yang ditangani kejaksaan. Proses penyelidikan kasus korupsi "papa minta saham" yang (diduga) melibatkan Setya Novanto dikabarkan dihentikan di kejaksaan. Lalu penyidikan rekening gendut kepala daerah salah satunya Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang berasal dari Partai Amanat Nasional dihentikan 2015, karena tidak terbukti kuat untuk ditingkatkan ke penyidikan. lalu pada 2016, Nur Alam jadi tersangka KPK atas dugaan penerbitan izin tambang sejak tahun 2009 hingga 2014," tuturnya.
Emerson kemudian menyoroti proses penunjukan Jaksa Agung. Menurut Jaksa Agung yang merupakan kader partai politik bisa memunculkan masalah.
" Lagi-lagi, ketika proses pemilihan Kabinet Kerja yang agak molor, kan saat pemilihan Jaksa Agung. Konsolidasi partai politik memberi pengaruh bagi proses penegakan hukum, terjebak pada penyanderaan pemilihan Jaksa Agung, saya pikir ini blunder memilih Jaksa Agung dari partai politik, paling tidak memunculkan loyalitas ganda," kata dia
Itu sebabnya, Emerson menyarankan kepada Presiden untuk mengganti Prasetyo.
"Jokowi sebaiknya mengganti Prasetyo sebagai Jaksa Agung, karena ujung tombak tidak memberi citra positif buat kejaksaan dan Jokowi dan untuk apa di pertahankan. di 2016 ini titik lemah di kejaksaan, jadi harus pilih figur yang berkualitas dan yang independen," kata dia.