Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid khawatir bangsa ini kembali ke zaman Orde Baru. Hal ini menyusul penetapan 10 tokoh politik menjadi tersangka kasus dugaan makar dan pelanggaran UU tentang Informasi Transaksi Elektronik, pagi tadi.
"Saya khawatir Indonesia kembali ke zaman represif, zaman opsus, zaman Pangkopkamtib yang mudah dan gemar menangkapi lawan-lawan politik," kata Sodik di Jakarta, Jumat (2/12/2016).
"Saya khawatir Indonesia kembali ke zaman represif, zaman opsus, zaman Pangkopkamtib yang mudah dan gemar menangkapi lawan-lawan politik," kata Sodik di Jakarta, Jumat (2/12/2016).
Dari 10 tokoh yang ditetapkan tersangka dua di antaranya adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri dan calon wakil bupati Bekasi yang diusung Gerindra Ahmad Dhani.
Menurut Sodik aparat kepolisian harus cermat dalam mendefinisikan tindakan makar. Sodik mengatakan tindakan makar merupakan sesuatu hal yang didasari dengan syarat dan kriteria yang ketat.
"Aparat harus menjelaskan dengan gamblang karena sekarang zaman transparan," ujarnya.
Menurut Sodik tuduhan makar merupakan tuduhan penggulingan kekuasaan. Itu sebabnya, bila ada kesalahan dalam penanganan kasus ini, dengan kata lain orang yang ditangkap tidak terbukti, maka Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus bertanggungjawab.
"Maka, kompensasi yang setimpal bagi mereka yang tidak terbukti menuduh makar adalah (Kapolri) mundur atau diganti," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengungkapkan alasan petugas menciduk Ahmad Dhani dan kawan-kawannya, pagi tadi. Alasannya, mereka diduga ingin menyusupkan agenda lain di tengah aksi damai umat Islam di lapangan Monumen Nasional, Jakarta Pusat.
"Punya tujuan tidak sejalan, (indikasi) ingin menguasai gedung DPR, MPR," kata Boy di lapangan silang Monas.
Boy menduga mereka ingin mendompleng aksi 2 Desember untuk kepentingan politik tertentu.
"Mereka kecenderungannya ingin memanfaatkan. Bisa jadi memanfaatkan momen ini (aksi 212)," kata Boy.
Boy mengungkapkan polisi memiliki bukti percakapan mereka yang diduga untuk merancang agenda terselubung. Rencana terselubung tersebut, kata Boy, diduga sudah dibangun jauh sebelum aksi 2 Desember.
"Ada informasi komunikasi antar kesepuluh ya, Dugaan (komunikasi) sejak 3 minggu lalu," kata dia.
Kesepuluh tersangka terancam dikenakan Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Penguasa, Pasal 107 Juncto 110 KUHP Juncto 87 KUHP tentang Tindakan Makar dan Undang Undang ITE.
Boy mengatakan proses hukum terhadap kesepuluh tersangka ditangani Polda Metro Jaya.
Boy mengatakan Polda Metro akan merilis kasus ini secara lengkap besok, Sabtu (3/12/2016) besok.
"Besok saja semuanya disampaikan di polda. Itu besok, sekalian semua," kata dia.
Menurut Sodik aparat kepolisian harus cermat dalam mendefinisikan tindakan makar. Sodik mengatakan tindakan makar merupakan sesuatu hal yang didasari dengan syarat dan kriteria yang ketat.
"Aparat harus menjelaskan dengan gamblang karena sekarang zaman transparan," ujarnya.
Menurut Sodik tuduhan makar merupakan tuduhan penggulingan kekuasaan. Itu sebabnya, bila ada kesalahan dalam penanganan kasus ini, dengan kata lain orang yang ditangkap tidak terbukti, maka Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus bertanggungjawab.
"Maka, kompensasi yang setimpal bagi mereka yang tidak terbukti menuduh makar adalah (Kapolri) mundur atau diganti," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengungkapkan alasan petugas menciduk Ahmad Dhani dan kawan-kawannya, pagi tadi. Alasannya, mereka diduga ingin menyusupkan agenda lain di tengah aksi damai umat Islam di lapangan Monumen Nasional, Jakarta Pusat.
"Punya tujuan tidak sejalan, (indikasi) ingin menguasai gedung DPR, MPR," kata Boy di lapangan silang Monas.
Boy menduga mereka ingin mendompleng aksi 2 Desember untuk kepentingan politik tertentu.
"Mereka kecenderungannya ingin memanfaatkan. Bisa jadi memanfaatkan momen ini (aksi 212)," kata Boy.
Boy mengungkapkan polisi memiliki bukti percakapan mereka yang diduga untuk merancang agenda terselubung. Rencana terselubung tersebut, kata Boy, diduga sudah dibangun jauh sebelum aksi 2 Desember.
"Ada informasi komunikasi antar kesepuluh ya, Dugaan (komunikasi) sejak 3 minggu lalu," kata dia.
Kesepuluh tersangka terancam dikenakan Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Penguasa, Pasal 107 Juncto 110 KUHP Juncto 87 KUHP tentang Tindakan Makar dan Undang Undang ITE.
Boy mengatakan proses hukum terhadap kesepuluh tersangka ditangani Polda Metro Jaya.
Boy mengatakan Polda Metro akan merilis kasus ini secara lengkap besok, Sabtu (3/12/2016) besok.
"Besok saja semuanya disampaikan di polda. Itu besok, sekalian semua," kata dia.