Suara.com - Pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menilai rencana pergantian posisi ketua DPR dari Ade Komarudin menjadi Setya Novanto sebagaimana diusulkan Partai Golkar, merupakan persoalan etika.
"Jadi saya merasa ini bukan soal Golkar. Ini urusannya etika bernegara, kecuali saudara Novanto diberhentikan oleh MKD, "ujar Ray dalam diskusi di Kafe Dua Nyonya, Cikini, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Ray mengatakan sebelumnya Novanto mundur dari ketua DPR karena kasus skandal yang dikenal dengan nama "papa minta saham" dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Kasus tersebut kemudian disidang di Mahkamah Kehormatan Dewan. Sebelum mahkamah memutuskan, Novanto mundur duluan.
Karena Novanto mundur, mahkamah tidak melanjutkan kasus dan tidak memberikan sanksi kepada Novanto.
"Saya ingat Pak Novanto sudah mundur dan sudah berikan surat pengunduran diri yang dijadikan dasar MKD untuk memberhentikan. Jadi bukan hasil sidang yang menetapkan bahwa permintaan Novanto diterima MKD dan tidak lagi melanjutkan sidang tapi hanya merestui permintaan," tuturnya.
Itu sebabnya, Ray mempertanyakan alasan Novanto dikembalikan lagi ke DPR.
"Pertama atas dasar apa Novanto dipulihkan lagi jadi anggota DPR dan diberikan jabatan ketua DPR dan kedua kalau Novanto mundur apakah masih etik orang yang sudah mundur ingin kembali kekuasaan itu," kata Ray.
Ray mengatakan DPR hanya memakai pendekatan berdasarkan undang-undang, bukan dari sudut etika.
"Makannya pendekatannya bukan boleh nggak boleh, makanya DPR selalu kelihatan nggak top karena memandangnya boleh nggak boleh diundang-undang, bukan boleh nggak boleh di etika," kata dia.
Soal Novanto, Ray Rangkuti: Ini Bukan Soal Golkar, Tapi Etika
Selasa, 29 November 2016 | 19:51 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Ungkit Kasus Setnov, Anggota DPR Sebut KPK Bak Teroris: Menakutkan!
02 Juli 2024 | 10:00 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI