Penghadangan Kampanye Cukup di Jakarta Saja

Tomi Tresnady Suara.Com
Selasa, 29 November 2016 | 02:25 WIB
Penghadangan Kampanye Cukup di Jakarta Saja
Ari Wibowo dan Ira Wibowo berikan dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama (suara.com/Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bisa dikatakan tensi pusat pemerintahan Republik Indonesia, DKI Jakarta, menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 17 Februari 2017 memanas.

Kejadian yang pertama kalinya dalam sejarah dunia perpolitikan di Tanah Air, yakni, adanya penghadangan terhadap kampanye salah satu calon gubernur/wakil gubernur peserta pilkada tersebut.

Meski tindakan penghadangan bisa dikenakan pasal tindak pidana, namun tetap saja terjadi. Hal ini tidak terlepas sebagai buntut dari kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan cagub petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Efek penghadangan pun menimpa pada pasangannya, Djarot Saiful Hidayat. Dari catatan penghadangan yang menimpa Ahok, seperti di Pasar Rawa Belong pada 2 November 2016, Kedoya Utara, Jakarta Barat pada 10 November 2016.

Sedangkan Djarot dihadang di Kedoya Utara dan Kembangan, Jakarta Barat pada 9 November 2016, dan Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur pada 16 November 2016.

Atas "keunikan" pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta itu mengundang komentar dari Jaksa Agung HM Prasetyo, yang mengharapkan kejadian di DKI Jakarta jangan sampai menular ke daerah lainnya pada Pilkada serentak di tanah air.

Kejadian pelaksanaan pilkada DKI Jakarta, jangan sampai merembet ke daerah lainnya, katanya di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan 2016 akhir pekan lalu di Bogor, Jawa Barat.

Bahkan orang nomor satu di Korps Adhyaksa itu terang benderang menyebutkan salah satu persoalan dalam kampanye di DKI Jakarta adalah penghadangan.

Salah satu memanasnya pilkada DKI seperti adanya penghadangan kampanye salah satu calon gubernur atau wakil gubernur DKI Jakarta, kata Prasetyo.

Hal itu, kata dia, sudah menjadi tindak pidana yang saat ini Bawaslu telah menyerahkan kepada penyidik Polri.

Kejaksaan sendiri menunggu berkasnya dari kepolisian, lanjut Prasetyo.

Untuk menghadapi pemilihan umum tersebut, dikatakan, kejaksaan akan meningkatkan koordinasi dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) bersama Bawaslu dan kepolisian.

Sementara itu, Penyidik Polda Metro Jaya segera memeriksa terlapor NS terkait penghadangan kampanye calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Kembangan Utara.

"Penyidik akan memanggil atau upaya lainnya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono.

Awi menuturkan penyidik kepolisian akan menyusun penyidikan untuk segera menetapkan tersangka terhadap NS terkait penghadangan kampanye.

Awi menambahkan polisi menindaklanjuti laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta yang menerima pengaduan dari tim pemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot).

Awi menuturkan tidak menutup kemungkinan polisi akan menetapkan tersangka lebih dari seorang, namun tetap berpedoman berdasarkan hasil penyidikan.

Sebelumnya, tim pemenangan Ahok-Djarot melaporkan penolakan kampanye di Kembangan Utara pada 14 November 2016 ke Bawaslu DKI Jakarta.

Bawaslu DKI Jakarta menyatakan penghadangan kampanye Djarot termasuk dugan tindak pidana pemilu sehingga ditindaklanjuti kepada Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur kepolisian, TNI dan kejaksaan.

Sementara itu, Polri bersama Kejaksaan Agung dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hari Senin menandatangani nota kesepahaman terkait sentra penanganan hukum terpadu atau Sentra Gakkumdu di dalam kerangka penyelenggaraan Pilkada 2017.

"Ini MoU antara Bawaslu, Kejagung dan Polri yang diikuti oleh seluruh kapolda, kajati dan panwaslu di seluruh Indonesia," kata Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/11/2016).

Tindak pidana Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan penghadangan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap aktivitas kampanye calon kepala daerah termasuk pelanggaran pidana.

"Orang kalau enggak mau hadir dalam kampanye calon (kepala daerah) itu sah-sah saja. Tapi kalau menghadang, memprovokasi, apalagi dia bukan warga daerah tersebut, itu bisa dibawa ke ranah pidana," kata Mendagri Tjahjo.

Terkait hal itu Menteri Tjahjo meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta untuk mengusut hal tersebut.

"Saya kira itu tugas Bawaslu untuk melakukan investigasi," ucapnya.

Pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta menyatakan aksi penolakan kegiatan kampanye Wakil Gubernur non aktif Djarot Saiful Hidayat di Kembangan Utara Jakarta Barat termasuk dugaan tindak pidana pemilu.

"Hasil penyelidikan selama lima hari diputuskan kasus gangguan penolakan di Kembangan Utara merupakan tindak pidana pemilihan," kata Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri.

Jufri menuturkan Bawaslu DKI Jakarta bersama tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dari unsur kepolisian, TNI dan kejaksaan menyelidiki pengaduan penolakan kegiatan kampanye Djarot.

Selanjutnya, tim Gakkumdu memeriksa beberapa saksi dari pelapor, warga dan memeriksa barang bukti lainnya seperti rekaman video.

Jufri menyebutkan salah seorang yang diduga terlibat penghadangan kampanye pasangan Gubernur non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok itu yakni berinisial NS.

Berdasarkan hasil penyelidikan itu, pihak Gakkumdu melanjutkan laporan itu ke Polda Metro Jaya guna dilakukan penyidikan lebih lanjut.

Diungkapkan Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti, oknum NS tercatat bukan warga asli Kembangan Utara berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan.

Sebelumnya, tim pemenangan Ahok-Djarot melaporkan penolakan kampanye di Kembangan Utara pada 14 November 2016 ke Bawaslu DKI Jakarta. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI