Suara.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir mengajukan kepada Presiden untuk penghentian sementara Ujian Nasional pada 2017.
Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya berangapan, pemerintah tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan tersebut. Apalagi, belum dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan.
"Proses penetapan kebijakan moratorium UN terkesan tiba-tiba dan tergesa-gesa tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Komisi X DPR RI. Dengan kebijakan ini, para pemangku kepentingan dari 34 Provinsi dan 516 Kab/Kota menanyakan langsung ke Komisi X DPR RI," kata Riefky dalam pernyataannya, Senin (28/11/2016).
Dia menerangkan, salah satu pertimbangan moratorium UN yang disampaikan Mendikbud adalah agar orang tua tidak perlu stress tahunan karena adanya UN. Padahal, bila disimak secara mendalam, pemangku kepentingan pendidikan mengalami stress bulanan karena adanya kebijakan Mendikbud.
"Sejak dilantik tanggal 27 Juli 2016, paling tidak, selama empat bulan ini ada lima kebijakan Mendikbud yang membuat stress bulanan yaitu full day school, sertifikasi guru akan diganti dengan program baru yang disebut dengan resonansi finansial, merevitalisasi komite sekolah dengan wajah baru dengan nama Badan Gotong Royong Sekolah, ingin merombak K13, dan yang terakhir moratorium UN. Jadi, bukan lagi stress tahunan tetapi stress bulanan," tutur Politikus Demokrat itu.
Karenanya, Komisi X DPR RI akan mengundang Mendikbud pada hari Kamis (1/12/2016) untuk meminta penjelasan secara langsung terkait dengan rencana moratorium UN. Dalam rapat itu, Komisi X ingin mendapatkan penjelasan secara komprehensif mulai dari apakah moratorium UN sudah didahului kajian dari sisi filosofis, yuridis, dan sosiologis dan bagaimana hasil kajiannya.
"Apakah proses pengambilan kebijakan moratorium UN sudah melibatkan para pemangku kepentingan, bagaimana rencana realokasi anggaran UN tahun 2017, bagaimana langkah mendatang terhadap evaluasi peserta didik dan satuan pendidikan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan," tuturnya.
Dia menambahkan, Komisi X DPR RI akan menyerap aspirasi pada saat masa reses bulan Desember 2016 baik secara kunker Komisi maupun kunker perorangan terkait masalah ini.
"Kebijakan moratorium UN ini merupakan isu penting karena melibatkan banyak pihak yaitu 34 Provinsi, 516 kabupaten/kota, melibatkan 7.662.145 peserta didik (belum peserta didik di bawah naungan Kemenag), dan alokasi anggaran yang sudah anggarkan mendekati Rp500 miliar," tuturnya.
Di sisi lain, Riefky meminta Pemerintah untuk tidak menambah kegaduhan dengan tidak mengeluarkan kebijakan pendidikan yang menjadi gaduh pendidikan. Apalagi, belakangan ini kondisi politik di negeri ini sedang menghangat.
"Alangkah baiknya kebijakan pendidikan nasional yang akan diputuskan sudah melalui proses yang matang, dan diputuskan pada saat situasi dan kondisi yang sebagain besar pemangku kepentingan sudah memahaminya," ujar dia.