Ratna Sarumpaet ke DPR Minta Supaya Tito Dicopot dari Kapolri

Senin, 28 November 2016 | 12:19 WIB
Ratna Sarumpaet ke DPR Minta Supaya Tito Dicopot dari Kapolri
Aktivis perempuan Ratna Sarumpaet [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Siang ini, aktivis Ratna Sarumpaet mendatangi Komisi III DPR ingin meminta dewan memberhentikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dia menilai sikap Tito dalam menanggapi rencana demonstrasi 2 Desember dengan menyebut ada indikasi rencana makar, berlebihan

"Jadi kami ingin mendesak Komisi III untuk segera merekomendasi pemberhentian (Tito) sebagai Kapolri," kata Ratna di DPR, Senin (28/11/2016).

Menurut Ratna, Tito seharusnya menyampaikan pernyataan-pernyataan yang mengayomi masyarakat, bukan sebaliknya.

Pernyataan Tito yang diprotes Ratna yaitu ketika ingin membubarkan peserta demonstrasi jika dianggap melanggar ketentuan hukum sesuai Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

"Di pasal itu jelas, siapapun, termasuk Presiden. Apalagi Kapolri yang menghalang-halangi, tidak bisa itu," ujar perempuan yang ikut demonstrasi pada 4 November itu.

Ratna menuding Tito berpihak dalam menangani kasus Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam kasus dugaan penistaan agama. Sebab, menurut Ratna, Polri tidak menahan calon gubernur petahana tersebut, padahal dalam kasus-kasus sebelumnya, orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka langsung ditahan.

"Semua orang ditangkap kalau sudah penistaan agama, tetapi saat ini tidak ditangkap, kenapa berat betul untuk menangkap. Kenapa orang-orang yang mendesak untuk menangkap di musuhi betul oleh Kapolri," kata Ratna.

Kemarin pagi, ketika mengunjungi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Tito menegaskan tidak pernah menuduh organisasi massa yang mendukung demonstrasi 2 Desember sebagai kelompok yang akan makar. Organisasi yang akan demonstrasi menamakan diri sebagai Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, meski belakangan MUI tidak setuju nama lembaganya dipakai.

“Saya tidak pernah sekali pun menuduh teman-teman yang melakukan aksi bela Islam ini adalah kelompok makar. Saya sudah komunikasikan dengan mereka. Tetapi ada kelompok-kelompok yang ingin menggunakan isu ini karena ada pengumpulan massa. Mereka mendompleng dengan membawa isu lain, di antaranya menggulingkan Presiden dengan cara menduduki DPR,” kata Tito.

Isu yang diusung dalam demonstrasi yang akan diselenggarakan pada 2 Desember yaitu penegakan hukum terhadap Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Isu tersebut tetap diangkat, padahal polisi sudah memproses kasus tersebut. Demonstrasi awal Desember nanti merupakan lanjutan dari aksi 4 November.

Pada demonstrasi 4 November, Tito meyakini semangatnya untuk mendorong polisi menegakkan hukum. Namun, dia menyayangkan ada kelompok yang menungganginya untuk kepentingan di luar kasus Ahok.

"Saya sangat yakin aksi bela Islam yang 4 November, saya sudah komunikasi banyak dengan habib dengan semua komponen, saya dialog dan saya tangkap semua nuansanya kasus Ahok minta proses hukum, tapi ada kelompok-kelompok lain yang ingin menggunakan isu ini," katanya.

Tito menginginkan jangan sampai demonstrasi 2 Desember nanti dipakai sebagai alat untuk melancarkan kepentingan kelompok tertentu yang ingin merusak keutuhan bangsa ini.

"Kami tidak mampu. Semua unsur harus bersatu padu dan jangan sampai kita digerogoti. NU jaringannya sangat besar. Kalau dipadukan dengan Polri, ini sangat luar biasa dan NKRI bisa kita selamatkan," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI