Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga, Anies Baswedan meminta komite nobel mencabut penghargaan nobel perdamaian dari Aung San Suu Kyi karena membiarkan kejahatan Hak Asasi Manusia terhadap etnis Rohingya di Myanmar.
Suu Kyi adalah aktivis pro demokrasi Myanmar. Ia mendapatkan penghargaan nobel perdamaian pada tahun 1991 atas perjuangannya memajukan demokrasi di Myanmar tanpa menggunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer.
Nama Suu Kyi kembali mencuat setelah kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap etnis Rohingya terjadi. Suu Kyi dinilai melakukan pembiaran atas kekerasan tersebut. Bahkan, Suu Kyi tak mengecam tindakan militer di negaranya.
"(Militer Myanmar) brutal, biadab dan saya menyerukan kepada komite nobel Oslo untuk mempertimbangkan, (agar) mencabut hadiah nobel Aung Sab Suu Kyi karena dia mendiamkan peristiwa ini terjadi bertahun-tahun," kata Anies kepada media di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (25/11/2016).
Menurut Anies, nobel perdamaian itu untuk memperjuangkan perdamaian bukan untuk merusak perdamaian.
"Perdamaian itu tidak bisa dibangun dengan cara mendzalimi sebagian dari penduduknnya, manusia. Mereka juga warga negara maka perlakukan secara kemanusiaan," ujar Anies.
Sebab itu, Anies menyerukan kepada komite nobel di Oslo, Norwegia, untuk pertimbangkan ulang pemberian nobel perdamaian yang diterima Suu Kyi tahun 1991 saat mendekam di tahanan rumah.
"Komitmen dia (Suu Kyi) terhadap kemanusiaan dipertanyakan, kita harus bertindak tegas, bangsa Indonesia akan membantu," tutur Anies.
"Salah satu tanggungjawab kita adalah melaksanakan perdamaian dunia dan kita membantu dengan menampung pengungsi-pengungsi yang datang dari Myanmar," Anies menambahkan.