Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memanggil ulang adik bekas Menpora Andi Mallarangeng, Andi Zulkarnaen Mallarangeng (Choel), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang tahun anggaran 2010-2012, minggu depan. Seharusnya, Choel diperiksa, Kamis (24/11/2016), tapi pengacaranya mengatakan Choel tidak bisa datang karena sakit.
Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani menilai lamanya penanganan kasus Choel bukan karena KPK lamban. Choel dipanggil lagi setelah dia ditetapkan menjadi tersangka pada 21 Desember 2015.
Namun, Arsul tidak mau berandai-andai mengenai mengapa kasus tersebut diangkat menjelang demonstrasi 2 Desember -- yang dikaitkan dengan isu makar.
"(Masalah lambatnya penanganan kasus di KPK) sudah pernah dijelaskan KPK ke Komisi III, itu karena keterbatasan penyidik," kata Arsul, Jumat (25/11/2016).
Baca Juga: Guru Inilah yang Paling Mempengaruhi Ahok sampai Sekarang
Ketika KPK menyampaikan permasalahan keterbatasan penyidik, kata Arsul, Komisi III menyarankan KPK agar fokus pada penanganan kasus yang sedang diproses.
"Begini, semua kasus, tidak hanya kasus Hambalang yang penetapan tersangkanya sudah cukup lama apalagi sudah berulangtahun, tidak hanya kasus Hambalang saja. Ada juga kasus yang terkait dengan Inosspec itu sudah berapa tahun? Jadi, lebih baik, KPK tidak buru-buru menetapkan tersangka ketika resources-nya tidak memungkinkan untuk melakukan penyidikan dengan segera. Resources maksudnya penyidik, sumber daya manusianya," Arsul menambahkan.
Arsul yang juga menjabat sebagai sekretaris jenderal DPP PPP menilai kasus Choel tidak ada sangkut pautnya dengan partai politik.
"Kami ngelihatnya nggak ada kaitannya (kasus Choel) dengan partai. Kaitannya dengan orang. Orangnya itu kebetulan bagian dari partai yang bersangkutan. Yang paling penting, dari partai apapun, memenuhi unsur hukumnya, ya diproses," kata dia.
Choel terakhir diperiksa sebagai tersangka di KPK pada 15 Januari 2016. Dia tidak ditahan usai menjalani pemeriksaan.
Baca Juga: Rupa-rupa Alasan Saksi Ahmad Dhani Tak Penuhi Panggilan Polisi
Dalam dakwaan Andi Mallarangeng (politisi Partai Demokrat), Choel disebut sebagai perantara pemberian uang 550 ribu dollar AS kepada Andi dari mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Kemenpora Deddy Kusdinar.
Uang itu dalam dakwaan disebut diberikan secara bertahap yaitu Rp2 miliar diterima oleh Choel di kantornya dari PT. Global Daya Manunggal, Rp1,5 miliar diterima oleh Choel dari Global Daya Manunggal melalui mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam dan Rp500 juta diterima Choel dari Global Daya Manunggal melalui Mohammad Fakhruddin.
Global Daya Manunggal adalah salah satu perusahaan subkontraktor yang mengerjakan proyek Hambalang, sedangkan Fakhruddin adalah staf khusus Andi Mallarangeng. Uang itu digunakan untuk keperluan operasional Menpora, pembayaran tunjangan hari raya untuk protokoler Menpora, pembantu dan pengawal di rumah dinas menpora dan rumah kediaman Andi serta akomodasi dan pembelian tiket pertandingan sepakbola piala AFF di Senayan dan Malaysia serta pertandingan tim Manchester United untuk rombongan Menpora serta anggota Komisi X DPR.
Atas perbuatannya, Choel disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau semaksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam pemeriksaan 4 Maret 2013 lalu, Choel mengaku sudah mengembalikan uang 550 ribu dolar AS tersebut.
Perkara ini merupakan pengembangan korupsi pembangunan proyek P2SON Hambalang sebelumnya yang sudah menjerat Andi Mallarangeng selaku pengguna anggaran, Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan, dan mantan Direktur Operasional 1 PT. Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor, dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.