PBB: Pemerintah Myanmar Lakukan Pembersihan Etnis Rohingya

Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 25 November 2016 | 11:08 WIB
PBB: Pemerintah Myanmar Lakukan Pembersihan Etnis Rohingya
Penjaga perbatasan Banglades menangkap seorang seorang lelaki yang diduga warga Myanmar dari etnis Rohingya desa Teknaf pada 24 November (AFP/Munir Uz Zaman).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Myanmar sedang melakukan pembersihan etnis (ethnic cleansing) terhadap warga Rohingya yang beragama Islam, demikian dikatakan seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti dikutip AFP, Jumat (25/11/2016).

Sekitar 30.000 warga Rohingya telah meninggalkan rumah-rumah mereka di Myanmar setelah pasukan militer pemerintah menyerang pemukiman mereka pada awal bulan ini.

John McKissick, pimpinan lembaga pengungsi PBB, UNHCR, yang bertugas di Cox's Bazar, sebuah kota Banglades yang berbatasan dengan Myanmar, bersaksi bahwa tentara Myanmar "membunuh dan menembaki para lelaki dewasa, membantai anak-anak, memperkosa perempuan, membakar dan menjarah rumah-rumah, dan memaksa orang-orang dari etnis Rohingya untuk menyeberangi sungai" pergi ke Banglades.

Banglades sendiri belum mau menuruti permintaan dunia internasional untuk membuka perbatasannya bagi para pengungsi Rohingya. Pemerintah di ibu kota Dhaka memilih untuk mendesak Myanmar menghentikan aksi biadab terhadap warga Rohingya.

"Sangat sukar bagi pemerintah Banglades untuk membuka perbatasan karena justru akan mendorong pemerintah Myanmar melanjutkan kejahatannya, sampai ambisi mereka untuk membersihkan minoritas muslim di Myanmar terwujud," kata McKissick.

Komentar itu dikecam oleh juru bicara Presiden Myanmar, Htin Kyaw.

"Saya mempertanyakan profesionalisme dan etika yang harus dimiliki oleh seseorang staf PBB. Dia harus berbicara sesuai fakta yang benar dan konkret. Dia tak seharusnya membuat tuduhan," kata Zaw Htay.

Kesaksian warga

Tetapi bantahan pemerintah Myanmar itu bertolak belakang dengan kesaksian para korban dari etnis Rohingya. Salah satunya adalah Mohammad Ayaz yang kini tinggal di sebuah kamp pengungsi Rohingya.

Ayaz mengatakan tentara Myanmar menembak istrinya yang tengah hamil tujuh bulan, memukul putranya yang berusia 2 tahun dengan popor senapan ketika melakukan penyerangan terhadap desanya.

Tak hanya itu, menurut dia tentara Myanmar membunuh sekitar 300 lelaki dewasa di pasar desanya, memperkosa puluhan perempuan, sebelum membakar habis 300 rumah, toko, dan masjid tempatnya bertugas sebagai imam.

"Mereka menembak istri saya, Jannatun Naim. Dia masih berusia 25 tahun dan sedang hamil 7 bulan. Saya bersembunyi di sebuah kanal bersama putra saya yang berusia dua tahun. Ia juga dipukul dengan popor senapan," cerita Ayaz.

Lain lagi cerita Deen Mohammad, salah satu petani dari etnis Rohingya. Ia berhasil kabur ke Teknaf, desa di perbatasan Banglades empat hari lalu bersama istri, dua anak, dan tiga anggota keluarga yang lain.

"Mereka merengut dua putra saya, berusia sembilan dan 12 tahun ketika datang ke desa kami. Saya tak tahu apa yang terjadi pada mereka," kata Mohamad yang berusia 50 tahun.

"Mereka menyekap para perempuan di dalam ruangan. Ada sekitar 50 perempuan dan gadis di desa kami yang disiksa dan diperkosa," imbuh dia.

Mohammad bercerita bahwa rumah-rumah di desanya dibakar.

Organisasi internasional, Human Rights Watch, pada pekan ini mengatakan berdasarkan pantauan dari citra satelit, sekitar 1.000 rumah di desa-desa Rohingya yang dibakar.

Adapun militer Myanmar membantah telah membakar desa-desa. Mereka malah menuding orang-orang Rohingya yang melakukan pembakaran itu.

Ditangkapi di Banglades

Para pemimpin komunitas Rohingya mengatakan bahwa ratusan keluarga telah mengungsi ke kamp-kamp pengungsi di Teknaf dan Ukhia di Banglades. Banyak dari mereka ketakutan akan kembali dipulangkan ke Myanmar.

Pada Rabu (23/11/2016) sebanyak 70 warga Rohingya, termasuk perempuan dan anak-anak, ditangkap polisi Banglades. Mereka akan dipulangkan ke Myanmar.

"Mereka memborgol gadis-gadis muda dan anak-anak lalu membawa mereka pergi untuk dibawa kembali ke Myanmar," kata salah satu pemimpin komunitas Rohingya yang meminta namanya tak disebut.

Sebagian besar pengungsi Rohingya berjalan berhari-hari dan menggunakan perahu untuk pergi ke Banglades.

Pemerintah Banglades sendiri pada Rabu telah memanggil duta besar Myanmar untuk "menyampaikan kekecewaannya".

"Meski para penjaga perbatasan kami telah berusaha untuk mencegah masuknya pengungsi, ribuan warga Myanmar, termasuk perempuan, anak-anak, dan orang tua terus menyeberang ke Banglades," kata pemerintah Banglades.

"Ribuan lainnya dilaporkan berkumpul di sepanjang perbatasan," bunyi pernyataan itu lebih lanjut.

Banglades juga telah mengintesifkan penjagaan dan patroli di perbatasan sejak bentrokan di Myanmar pecah beberapa waktu terakhir. Para penjaga perbatasan mereka telah mencegah ribuan warga Rohingya sejak awal pekan ini.

Minoritas Rohingya di Myanmar tidak disukai oleh mayoritas warga Myanmar. Mereka dituding sebagai pendatang ilegal dan dicap sebagai warga "Bengali", meski mereka sudah hidup di negeri selama beberapa generasi.

Sebagian besar warga Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine yang terkenal miskin. Tetapi mereka tak punya kewarganegaraan dan tak mudah mendapatkan pekerjaan. (AFP)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI