Suara.com - Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Maluku Fesal Musaad mengatakan kerukunan umat beragama di Maluku semakin meningkat pasca konflik horizontal 1999. Hal ini menjadikan daerah tersebut sebagai provinsi terukun nomor tiga di Indonesia pada 2015.
"Kerukunan antar umat beragama telah tumbuh dan berkembang, semakin harmonis pasca konflik 16 tahun silam, yang mana kemudian Maluku ditetapkan sebagai provinsi paling rukun nomor tiga secara nasional oleh Kementerian Agama, ke depannya kami akan mendapatkan urutan pertama," katanya dalam Seminar Kerukunan Umat Beragama di Ambon, Selasa (22/11/2016).
Fesal mengatakan bukti konkrit dari semakin meningkatnya kerukunan umat beragama di Maluku dapat disaksikan dari suksesnya pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan tingkat nasional di daerah tersebut. Kegiatan tersebut antara lain Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-XXIV, dan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Peparawi) Mahasiswa ke-XIII.
Dalam penyelenggaraan acara-acara keagamaan tersebut, tidak hanya satu umat, tapi seluruh masyarakat lintas agama di Maluku juga turut serta memberikan berkontribusi untuk menyukseskannya.
"Masyarakat Maluku memandang kegiatan-kegiatan itu bukan hanya milik satu umat saja, tapi hajatan bersama. Kami juga berterima kasih atas terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016 tentang Lembaga Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) untuk umat Katholik, dan Provinsi Maluku siap menjadi tuan rumah penyelengaraan Pesparani Nasional ke-I," katanya menjelaskan.
Dikatakannya lagi, sebagai daerah kepulauan dengan luas wilayah 92 persen lautan dan hanya 7,6 persen daratan, Maluku memiliki 1.412 pulau yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil.
Dari kurang lebih 1,8 juta jiwa penduduk, 50,79 persennya adalah pemeluk agama Islam, Kristen Protestan sebanyak 37,57 persen, umat Katolik 10,52 persen, Hindu 0,37 persen, Buddha 0,12 persen, dan animisme yang dianut oleh suku Alifuru yang tinggal menyebar di pegunungan Pulau Seram dan Pulau Buru.
Jumlah tersebut turut mendukung Maluku yang memiliki 100 sub suku dan 117 bahasa atau dialek tradisional, dengan beragam kearifan lokal sebagai daerah multikultur di Indonesia.
"Maluku sangat multikultur, dengan beragam etnis dan agama, kerukunan ini harus terus dipelihara karena tanpa rukun dan damai semua pembangunan akan mengalami kebuntuan," katanya. [Antara]