Suara.com - Rapat pleno DPP Partai Golkar pada 21 November 2016 memutuskan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto akan menggantikan posisi Ade Komarudin sebagai ketua DPR.
Sebelum hasil rapat pleno disampaikan secara resmi ke DPR, Novanto akan lebih dahulu dimintai kesediaan untuk menerima hasil rapat pleno.
"Ini baru keputusan pleno partai, tahapan pleno partai, kemudian hasil pleno partai itu akan ditanyakan kepada yang bersangkutan. Apakah bersedia atau tidak," kata Koordinator Bidang Pembangunan Daerah DPP Golkar Zainudin Amali di DPR, Selasa (22/11/2016).
Ketika ditanya bagaimana kalau nanti Novanto menolak keputusan tersebut, Zainudin tidak ingin berandai-andai.
"Ya itu lain soal ya. Ternyata beliau tak bersedia ya lain soal. Tentu beliau akan diminta keterangan kembali di dalam rapat pleno," kata dia.
"Dan saya belum tahu (sikap Setya Novanto). Saya belum bertemu beliau sekarang ke luar kota," Zainudin menambahkan.
Anggota Komisi I DPR mengatakan keputusan rapat pleno partai tingkat DPP merupakan penugasan kepada kader sehingga harus dipatuhi.
"Siapapun bukan hanya kepada Pak Novanto tapi kepada semua kader. Kalau sudah diputuskan melalui Pleno partai harus mematuhi itu," ujarnya.
Sebelumnya, Novanto mundur dari ketua DPR gara-gara kasus Freeport Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "papa minta saham."
Golkar mengangkat Novanto lagi menjadi ketua DPR setelah harkat dan martabat Novanto dikembalikan setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Kehormatan Dewan.