Suara.com - International NGO Forum on Indonesian Development menyelenggarakan dialog publik dengan tema Merawat Kebhinnekaan dan Demokrasi di Indonesia, hari ini. INFID adalah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang penelitian, kajian, dan advokasi kebijakan pembangunan di Indonesia. Dialog publik diselenggarakan di restoran Tjikini Lima, Jalan Cikini 1, nomor 5, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Perwakilan dari Konferensi Waligereja Indonesia Romo PC Siswantoko menilai demonstrasi massa yang terjadi akhir-akhir ini merupakan aksi yang bertujuan untuk unjuk identitas.
"Para pahlawan dulu saja tidak memandang agamamu apa, sukumu apa, tapi tetap sama-sama berjuang dan mereka juga pejuang kebhinnekaan di Indonesia. Demokrasi akhir-akhir ini terkadang jadi unjuk identitas saja, jadi yang terjadi adalah saling menyekat," ujar Siswantoko.
Siswantoko berharap pemerintah tetap menjaga Bhinneka Tunggal Ika dan menindak siapa saja yang berusaha untuk mengganggu NKRI.
"Siapapun yang ingin membongkar kebhinnekaan maka harus ditindak, itu harapan kami pada pemerintah agar bhinneka dijaga. Nah di pilkada inilah momen bagus mengukur sejauh mana demokrasi dan kebhinnekaan kita berjalan," kata Siswantoko.
Perwakilan dari Institut KAPAL Perempuan Misiyah mengingatkan pentingnya kembali menghargai kebhinnekaan.
"Belajar dari pengalaman sejarah nampaknya kita harus melihat pada Indonesia pasca kemerdekaan yang sangat menghargai kebhinnekaan. Karena merawat kebhinnekaan bukan saja hanya dari atas ke bawah tapi juga dari masyarakat yang harus melakukannya baik dari budayawan dan lain sebagainya," tutur Misiyah.
Perwakilan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia pendeta Henrek Lokra menambahkan demonstrasi merupakan salah satu ekspresi demokrasi, tapi sayangnya diwarnai dengan tindakan anarkis.
"Aksi 411 bagian dari ekspresi demokrasi, tapi seharusnya tidak boleh melakukan sesuatu di luar rambu-rambu hukum dan anarkis. Aparat pun seharusnya berdiri berdiri pada konstitusi karena jika tidak maka masalah seperti pendirian rumah ibadah dan yang lainnya akan sering terjadi," kata Henrek.
KH M. Imam Aziz dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menambahkan konflik mengenai kebhinnekaan dan demokrasi yang banyak terjadi saat ini tidak bisa diselesaikan secara instan. Dibutuhkan waktu dan kerjasama dari semua elemen bangsa.
"Konflik yang ada di akar rumput itu multi aktor dan faktor dan penyelesaiannya tidak instan begitu saja. Agama itu tidak boleh diatur, semakin diatur maka akan semakin muncul problem. Pengertian Fatwa dalam konstitusi kita juga belum jelas, bahkan aparat negara jadikan fatwa sebagai pegangan dan itu problem," kata dia. (Indriana Shinta Tamara)