Suara.com - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) membantah kabar yang beredar di masyarakat kalau Aksi Bela Islam itu merupakan rencana kudeta pada Presiden RI Joko Widodo. Mereka merupakan kelompok yang menuntut calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diproses hukum karena kasus penistaan agama.
Pimpinan GNPF-MUI, Munarman menjelaskan istilah kudeta tersebut berlaku bagi orang-orang pemerintahan saja. Sementara demo yang akan mereka lakukan, 2 Desember mendatang untuk membela Al Quran.
"Indonesia ini negara hukum, masyarakat dan termasuk penyelenggara negara pun harus tunduk pada hukum. Hak berkumpul ada aturannya, ada konstitusi pasal 28 tentang hak asasi manusia sehingga tidak masalah," kata Munarman di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (18/11/2016).
Menurutnya, demo itu hanya berisi tuntutan agar hukum ditegakkan secara tegas, tanpa pandang bulu. Maka itu, tak benar bila ada tuduhan yang menyebutkan, kalau demo tersebut merupakan percobaan kudeta pada pemerintahan Presiden RI Joko Widodo.
"Tak ada motif seperti itu (kudeta). Soal kudeta itu istilah militer, kudeta itu militer, kudeta itu kan dari kekuatan pemerintah. Sedang kami ini masyarakat biasa. Tuntutan kami dari awal tegas, hukum ditegakkan pada penista agama. Kalau mereka (pihak pemerintahan Jokowi) takut bararti patut dicurigai mereka sendiri yang tak benar," kata Munarman.