Suara.com - KPK menangkap Bupati Sabu Raijua, NTT Marthen Dira Tome karena diduga menghalangi penyidikan terhadap dirinya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Nusa Tenggara Timur tahun anggaran 2007.
"Yang bersangkutan menghalangi pemeriksaan saksi-saksi kasus PLS NTT," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Marthen diamankan petugas KPK pada Senin (14/11/2016) malam di Jakarta. "Ditangkap di Tamansari, Jakarta Barat," tambah Yuyuk.
Setelahnya, Marthen dibawa ke kantor KPK di Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan.
KPK beberapa waktu lalu kembali menetapkan Marthen sebagai tersangka dalam kasus ini meski pada 18 Mei 2016 hakim tunggal Nursyam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penetapan tersangka Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome dalam kasus tersebut adalah tidak sah.
Dalam putusannya, Hakim tunggal Nursyam meminta KPK sebagai termohon untuk segera mencabut sprindik penetapan tersangka oleh KPK pada 30 Oktober 2014 karena penetapan tersangka tidak berdasarkan dua alat bukti yang cukup dan hanya berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil penyelidikan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.
Kasus korupsi dana PLS ini sendiri merupakan hasil koordinasi dan supervisi KPK dengan Kejaksaan Tinggi NTT. Penyerahan kasus ini dilakukan pada Oktober 2014 dan pemeriksaan terakhir saksi dilakukan pada 31 Maret 2016.
Marthen Dira Tome saat kasus itu terjadi menjabat sebagai Kepala Subdinas PLS Provinsi NTT dan pejabat pembuat komitmen.
PLS merupakan dana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT pada 2007 yang diambil dari dana APBN. Pada 2007 ada dana yang disebut dekonsentrasi APBN sebesar Rp77,6 miliar yang terdiri atas program pendidikan formal dan informal, program Pendidikan Anak Usia Dasar (PAUD), program pengembangan budaya baca dan program manajemen pengembangan pendidikan. Namun nilai kerugian negara masih dihitung.
Terhadap Marthen, KPK menyangkakan pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.