Suara.com - Meski dihadang isu pelecehan seksual sepanjang masa kampanye, capres AS dari Partai Republik, Donald Trump, akhirnya keluar sebagai pemenang Pilpres pada Selasa (8/11/2016). Perolehan "electoral vote" Trump jauh melebihi rivalnya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, yakni 279 berbanding 228.
Terpilihnya Trump menjadi presiden ke-45 AS ternyata tidak diterima seluruh rakyat. Aksi unjuk rasa dari berbagai lapisan masyarakat bermunculan di berbagai daerah, menentang Trump sebagai presiden negara adi daya tersebut. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, masyarakat manakah yang sebenarnya menjadi pemilih Trump?
Melansir dari AFP, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Trump di masa lalu, penghinaan kepada seorang mantan ratu kecantikan, serta kemunculannya di sebuah produk pornografi, ternyata tidak mengurangi dukungan kaum perempuan terhadapnya.
Berdasarkan "exit poll" CNN, saingan Trump, Clinton, memang merebut 54 persen suara perempuan AS, sedangkan Trump hanya didukung 42 persen suara perempuan. Melihat angkanya, dukungan dari kaum perempuan
terhadap Trump, tidaklah terlalu sedikit.
Sekitar 53 persen pemilih perempuan kulit putih, ternyata mendukung Trump. Sebanyak 62 persen dari para pemilih tersebut, berasal dari kalangan perempuan berpendidikan rendah alias bukan lulusan perguruan tinggi.
Hasil ini mematahkan prediksi bahwa sikap dan komentar-komentar Trump yang dianggap merendahkan kaum perempuan akan mempengaruhi para pemilih perempuan. Menurut para pengamat, hasil ini tidak terlalu mengejutkan, dan mencerminkan bahwa isu seperti ekonomi, lapangan kerja, dan imigrasi, dianggap lebih penting ketimbang isu gender.
Menurut Diane Heith, profesor dan ketua Departemen Pemerintah dan Politik di St. John's University, New York, Trump memang muncul di sebuah video dan membual soal memegang kelamin perempuan. Trump juga pernah melontarkan komentar buruk soal mantan Miss Universe. Kendati hal-hal itu membuat kuping sebagian perempuan panas, tetapi tidak cukup untuk membuat mereka marah pada Trump.
"Isu soal bagaimana ia memperlakukan perempuan tidak mengurangi sikap yang sudah dimiliki para pemilih ini, yakni merasa diperlakukan tidak baik oleh elit pemerintah, di mana Hillary adalah bagian darinya," ujarnya.
"Para perempuan kulit putih (yang memilih Trump) menjual rekan-rekan mereka (sesama perempuan), negara mereka, juga diri mereka tadi malam," ujar Diane.
"Sebagian besar perempuan kulit putih tersebut tidak ingin menjadi bagian dari persaudaraan feminis lintas kalangan. Sebagian besar perempuan kulit putih hanya ingin menjadi salah satu lelaki. Dan kita semua akan menderita karenanya," imbuh Diane.
Salah satu isu yang menjadi perhatian kaum perempuan, baik pendukung Partai Demokrat maupun Republik, adalah bagaimana sikap Trump terhadap hak untuk melakukan aborsi. Seperti diketahui, Trump, dalam kampanyenya kerap menyatakan bahwa perempuan yang ingin menggugurkan kandungan mereka harus menerima "semacam hukuman", apabila aborsi dilarang. (AFP)
Sebenarnya, Rakyat AS Manakah yang Memilih Trump?
Ruben Setiawan Suara.Com
Jum'at, 11 November 2016 | 13:21 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Donald Trump Kembali ke Gedung Putih, Pangeran Harry Diprediksi Bakal Sering Pulang Kampung
08 November 2024 | 14:07 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI