Suara.com - Ribuan demonstran menggelar aksi unjuk rasa di seluruh wilayah Amerika Serikat, pada Rabu (9/11/2016) waktu setempat guna menyuarakan kemarahan mereka atas terpilihnya Donald Trump sebagai presiden mereka.
Di Washington, ratusan pendemo berkumpul di depan Gedung Putih untuk mengadakan doa bersama, sebagai bentuk protes terhadap Trump yang dinilai rasis. Mereka membawa spanduk berisikan slogan-slogan seperti, "Kami punya suara!" dan "Pendidikan untuk semua!!"
Salah satu koordinator aksi, Ben Wikler, direktur kelompok advokasi liberal MoveOn.org, berorasi bahwa ada ratusan komunitas di seluruh negeri yang sependapat dengan apa yang mereka suarakan.
"Orang-orang juga sama-sama merasa takut," katanya.
"Kita di sini karena di momen-momen tergelap, kita tidak sendiri," tambahnya.
Ethan Miller, pekerja kelompok hak asasi pekerja Jobs with Justice mengatakan bahwa aksi tersebut digelar untuk menunjukkan bahwa masyarakat sipil tidak diam.
"Ini adalah masa yang sulit bagi banyak warga Amerika," katanya seperti dikutip AFP.
"Kami melihat sebuah kampanye yang dipenuhi dengan rasisme dan misoginisme dan orang yang menggunakan taktik tersebut akhirnya memenangkan "electoral college"," ujarnya.
"Namun kita tidak akan membiarkan kepresidenan Donald Trump menghentikan kemajuan negara ini," lanjutnya.
"Kami akan terus memperjuangkan hak-hak orang-orang kita dan melindungi keamanan saudara dan saudari kita," sambungnya.
Namun, tetap saja ada peserta demo yang merasakan kekecewaan luar biasa atas situasi politik terbaru di negeri Abang Sam itu.
"Saya merasa cukup kecewa," kata Joanne Paradis, (31), seorang pendemo kelahiran Meksiko yang bekerja di Washington, saat ditanya pendapatnya mengenai terpilihnya Trump.
"Namun kita harus menerima apa yang terjadi agar bisa beradaptasi, menghadapi, membicarakannya, dan jujur tentang hal itu," sambung Joanne.
"Saya datang ke sini hanya untuk berduka," kata Chris Hassan, (28), yang bekerja di sebuah organisasi swasta.
Demonstrasi yang diikuti ribuan orang juga digelar di Boston, Philadelphia, Portland, Oregon, Seattle, dan kota-kota lain. Dengan slogan senada "Not my president", semuanya menyuarakan hal yang sama, yakni bahwa mereka tidak menerima Trump sebagai presiden mereka.
Di New York, demonstran menggelar aksi mars di Union Square, sambil mengusung poster berisi beragam slogan, bahkan umpatan. Mereka juga mengadakan aksi di Trump Towe, gedung yang menjadi simbol kerajaan bisnin Donald Trump.
Seorang demonstran menilai, "electoral college", yakni badan perwakilan rakyat negara bagian, yang memungut suara dalam pilpres, sudah kacau dan perlu direformasi.
""Electoral college" sudah rusak," kata demonstran Nicholas Forker. "Saya rasa itu perlu direformasi, saya rasa itu konyol," ujarnya.
Di Chicago, ribuan demonstran berkumpul di Trump Tower kota tersebut, melumpuhkan arus lalu lintas. Di sisi lain gedung, aksi tandingan juga digelar.
Di seluruh negeri, para pelajar sekolah dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa, juga aksi walk out dari kelas mereka. Aksi demonstrasi juga digelar ratusan remaja dan muda-mudi di depan Balai Kota Los Angeles. Lagi-lagi dengan meneriakkan slogan "Not my president". (AFP)
"Not My President" Jadi Ucapan Populer Usai Terpilihnya Trump
Ruben Setiawan Suara.Com
Kamis, 10 November 2016 | 12:56 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Akankah Donald Trump Ancam Pengiriman Senjata ke Israel?
08 November 2024 | 13:08 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI