Din: Kami Minta Sikap MUI Jadi Rujukan Polisi Tangani Ahok

Rabu, 09 November 2016 | 17:58 WIB
Din: Kami Minta Sikap MUI Jadi Rujukan Polisi Tangani Ahok
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang dipimpin oleh Din Syamsuddin, menggelar rapat pleno di Jakarta, Rabu (9/11). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Rapat pleno ke XII Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia menghasilkan enam kesimpulan terkait kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan enam poin tersebut merupakan pandangan yang disepakati seluruh organisasi Islam di Indonesia.

"Jadi tingkatannya tinggi (kesimpulan rapat pleno), kalau bisa disebut inilah pandangan dan sikap seluruh ormas Islam. Terkait apa yang telah disepakati tadi," kata Din di kantor MUI Pusat, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2016).

Din menegaskan Dewan Pertimbangan MUI mendukung sikap keagamaan yang telah dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia sebelumnya, yang menyatakan bahwa Ahok telah menistakan Al Quran dan ulama.

"Dewan Pertimbangan MUI mendukung,  memperkuat pendapat keagamaan MUI yang telah dikeluarkan bulan Oktober lalu tentang penistaan agama ini," ujar Din.

Din berharap sikap keagamaan MUI dijadikan rujukan hukum bagi Bareskrim Polri dalam memproses kasus Ahok.

"Jelas di situ (sikap keagamaan MUI) dinyatakan sebagai penistaan, maka itulah pandangan keagamaan dan itulah yang kita minta jadi referensi oleh aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini," tutur Din.

Berikut enam poin kesimpulan rapat pleno ke XII Majelis Pertimbangan MUI hari ini.

Suara.com - 1. Memperkuat pendapat keagamaan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia tanggal 11 oktober 2016 tentang penistaan agama, dan mendukung pernyataan sikap PBNU dan PP Muhammadiyah yang merupakan pendapat dan sikap sesuai ajaran Islam berdasarkan Al Quran dan Al Hadits. Pendapat keagamaan tersebut dikeluarkan sebagai kewajiban para ulama dalam menjaga agama dan mendorong kehidupan duniawi yang tertib, harmonis, penuh maslahat (haratsat al-din wa siyasat al-dunya), serta memelihara kerukunan hidup antar umat beragama demi persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Menyesalkan ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Pulau Seribu "...jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya. Ya kan. Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak bapak ibu. Jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih ni karena takut masuk neraka. Dibodohin gitu ya..) yang beredar luas di masyarakat. Ucapan tersebut jelas dirasakan umat islam sebagai penghinaan terhadap agama Islam, kitab suci Al Quran, dan ulama, karena memasuki wilayah keyakinan pemeluk agama lain dengan memberikan penilaian (judgment) terhadap suatu pemahaman yang diberikan ulama, dan dengan memakai kata yang bersifat negatif, pejoratif, dan mengandung kebencian (hate speech). Ucapan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tersebut menunjukkan intoleransi dan rendahnya tenggang rasa terhadap keyakinan orang lain dan sangat potensial menciptakan kegaduhan sosial dan politik yang dapat mengarah kepada terganggunya stabilitas nasional.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI