Terkait e-KTP, KPK Kembali Panggil Bekas Ketua Komisi II DPR

Senin, 07 November 2016 | 12:26 WIB
Terkait e-KTP, KPK Kembali Panggil Bekas Ketua Komisi II DPR
Tersangka korupsi e-KTP, mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman. [Antara/Wahyu Putro]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap bekas Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap, Senin (7/11/2016). Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP Tahun 2011-2012. Politikus Partai Golkar itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irman.

"Yang bersangkutan jadi saksi untuk tersangka IR," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Senin (7/11/2016).

Ini bukan pertama kali Chairuman diperiksa sebagai saksi. Sebelumnya pada 19 Oktober 2016, Chairuman juga pernah diperiksa oleh KPK. Selain dia,  ‎KPK juga memeriksa pensiunan PNS Dukcapil Kemendagri, Yosep Sumartono. Lalu ada nama Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama PT Badan Klasifikasi Indonesia yang juga mantan Vice President Strategic Business Unit Rekayasa dan Transportasi PT Sucofindo Rudiyanto.Direktur Utama PT Polyartha Provitama‎ Ferry Haryanto, karyawan PT Polyartha Provitama Annabella M Kalumata, dan seorang swasta bernama Lina Rawung juga dipanggil KPK.

"Mereka juga jadi saksi untuk tersangka Irman," kata Yuyuk.

Diketahui, KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus ini. Keduanya adalah bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK sendiri telah mendalami kasus ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam proyek senilai Rp6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp2 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI