Sebagai negara anggota ICAO, Indonesia memiliki beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan. Hal ini sebagai bukti komitmen dan kepatuhan Indonesia terhadap pemenuhan seluruh ketentuan, standar dan prosedur ICAO. Termasuk terhadap seluruh perjanjian internasional yang telah ditetapkan oleh ICAO.
Salah satu bentuk dari kepatuhan Indonesia adalah dengan cara menyelesaikan ratifikasi perjanjian-perjanjian internasional di bidang penerbangan sipil yang telah ditetapkan oleh ICAO. Salah satu perjanjian internasional yang belum diratifikasi oleh Indonesia adalah CONVENTION on THE MARKING of PLASTIC EXPLOSIVES for THE PURPOSE of DETECTION (KONVENSI MONTREAL 1991).
Konvensi ini mengatur secara internasional mengenai pemberian tanda pada bahan-bahan peledak plastik untuk tujuan pendeteksian. Konvensi mengatur tentang larangan memproduksi, menyimpan, membawa, mengekspor dan mengedarkan bahan peledak plastik tanpa ditandai dengan warna dan bau.
Konvensi tersebut adalah salah satu konvensi ICAO yang sangat penting untuk dapat diratifikasi oleh Indonesia. Mengingat saat ini bahan-bahan peledak plastik telah digunakan untuk melawan hukum seperti terorisme. Sehingga bagi Indonesia pemberian tanda pada bahan-bahan peledak plastik untuk tujuan pendeteksian dapat membantu pencegahan tindakan-tindakan melawan hukum tersebut. Saat ini Konvensi Montreal 1991 telah diratifikasi oleh 153 negara anggota ICAO.
Ratifikasi ini dipandang perlu dilaksanakan guna memperoleh kesamaan persepsi dan masukan-masukan penting yang diperlukan dari peserta. Serta dalam rangka proses finalisasi ratifikasi yang akan menghasilkan output pada penyelesaian Konvensi Montreal 1991.
Adapun tujuan dilakukan ratifikasi adalah untuk memberikan wawasan dan pandangan yang lebih komprehensif terkait dengan urgensi dan substansi konvensi.
Dalam rangka proses ratifikasi tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan telah menyelenggarakan Fokus Group Discussion ( FGD) "RATIFIKASI CONVENTION on THE MARKING of PLASTIC EXPLOSIVES for THE PURPOSE of DETECTION" pada hari Kamis (3/11/2016) di Hotel Savana, Malang Jawa Timur.
Narasumber dari FGD tersebut adalah :
1. Dwi Afriyanto (Kasubdit Standarisasi, Kerjasama & Program Keamanan Penerbangan, Direktorat Keamanan Penerbangan);
2. Prof Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D (Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia);
3. Djoko Murjatmojo (Direktur Operasi & Tehnik PT. Angkasa Pura II (Persero);
4. Adhy Riyadi A, SH, LL.M (Adv) (Direktur Pusat Kajian Hukum & Angkasa Fakultas Hukum Universitas Airlangga);
5. Suprayetno (QC & Risk Analyst Manager PT. Garuda Indonesia);
6. Ipda Dwi Wahyu Yulianto (Pasi Sarpras Den B Jibom, Satuan I Gegana Korbrimob Polri). (RF/ME/AS).