Suara.com - Empat warga negara Indonesia yang dibebaskan perompak Somalia setelah disandera selama empat setengah tahun menceritakan kisahnya selama ditawan. Salah satunya yakni Sudirman, lelaki asal Medan, Sumatera Utara.
Sudirman bersama tiga rekannya diculik perompak Somalia sejak 26 Maret 2012. Menurut Sudirman, penculikan dilakukan pukul 02.00 dini hari.
"Waktu itu, pada 26 maret 2012 sekitar jam 02.00 malam, saat selesai bekerja ada suara tembakan membabi buta menghantam kapal kami, sampai nahkoda kapten tewas terkena tembakan. Kami lari berhamburan, tapi sudah pasrah tidak tahu kemana. Karena kalut kami ke ruangan mesin dan sebagainya yang penting tidak terlihat oleh pembajak," kata Sudirman di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jalan Pejambon Nomor 6, Senen, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2016).
Selama disandera, lanjut Sudirman, kehidupan mereka sangta menderita dan dipaksa melakukan perintah para perompak. "Kami para sandera, keseharian tiap sore hanya disuruh mencari kayu bakar," lanjut Sudirman.
Sudirman menambahkan, di Somalia jarang turun hujan. Selain itu, kualitas air di sana memang sangta tak layak untuk diminum.
"Hujan di sana bisa dihitung pakai jari. Ketika hujan turun baru kami gali tanah seperti kolam menampung air untuk diminum. Air minum mereka sangat tidak layak," ujar lagi Sudirman.
Sehari-hari, kata Sudirman, para sandera hanya sedikit diberikan air untuk minum.
"Sehari kami minum paling setengah liter kalau diukur, itu untuk para seluruh sandera yang mereka tawan. Air nya juga tidak layak minum, kalau dimasak airnya makin bau. Kalau diminum mau dimuntahkan lagi bawaanya," ujar Sudirman.
Bukan hanya itu, mereka hanya diberi makan sekali dalam sehari. Makanan biasanya diberikan saat malam.
"Kalau siang tidak diberi makan. Hanya malam nasi dengan kacang merah, kalau tidak ada lauk minum teh atau gula minta dari mereka. Tidak ada garam dan lainnya, apa saja kita makan," ujar Sudirman.
Sesekali, Sudirman dan para sandera berburu hewan untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Itupun dengan risiko disiksa jika tertangkap perompak.
"Kalau menangkap hewan untuk makan itu ada tanggungannya. Kami kalau ketauan bisa diikat kaki dan tangannya digulingkan seperti huruf U. Ada ganjarannya. kalau tidak terlihat tidak masalah," kata Sudirman.
Selama sandera, Sudirman beserta puluhan tawanan asal Asia lainnya sudah seperti keluarga.
"Kami sesama ABK seperti keluarga. Akhir September 2016 ada warga negara Kamboja, yang kena tembak karena ingin buang air kecil, tidak boleh sama pembajak. Malah mengeluarkan kata kotor kepada orang Kamboja itu," kata Sudirman.
Tak terima dimaki, tawanan asal Kamboja membalas teriakan perompak. Alhasil, dia harus menerima timah panas menembus kakinya.
"Tidak terima, orang kamboja ditembak kakinya, sampai tidak jalan beberapa Minggu," ujar Sudirman.
Akibatnya, para sandera mmemilih mogok makan. Alasannya, jika seluruh tawanan tewas kelaparan, para perompak tak bisa meminta uang tebusan.
"Kami tidak menerima, kenapa tidak sekalian ditembak mati saja kami semua. Jangan menyiksa secara perlahan, akhirnya kami sempat mogok makan supaya pembajak tidak dapat uang kalau kami mati semua kan," ujar Sudirman.
Ketika ditanya oleh para pewarta, apakah akan ada rencana untuk kembali berlayar, Sudirman dan tiga rekannya belum berpikir ke sana.
"Kami berempat berdiri di sini (depan para wartawan) saja, tidak menyangka. Kami, masih trauma tidak ada kepikiran buat berlayar," ujar Sudirman.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menginturksikan Kemenlu melakukan pembebasan kepada empat ABK Mereka adalah Sudirman asal Medan, Supardi asal Cirebon, Adi Manurung asal Medan, dan Elson Pesireron asal Ambon. Setelah bernegosiasi, 28 Oktober 2016 mereka akhirnya akhirnya kembali ke Indonesia.