Suara.com - Gadis langsing, kuat dan bertatapan mata berani ini bernama Razia Banu. Razia, yang berusia 19 tahun ini adalah seorang anggota sebuah klub tinju di Lyari, Karachi, Pakistan.
Lalu, siapa perempuan agak lebih tua yang bertarung dengannya? Jangan terkejut karena perempuan itu adalah sang ibu, yang juga menekuni olah raga yang identik dengan kaum adam itu.
Razia dan sang ibu sedang menggelar pertarungan eksibisi di Klub Tinju Pak Shaheen. Razia mulai bertinju tahun ini, setelah menyaksikan pemakaman petinju legendaris Mohammad Ali.
Atas izin sang ibu, Razia pun bergabung dengan klub tinju, yang juga baru dibuka tahun lalu. Klub ini merupakan klub tinju pertama di Pakistan yang diperuntukkan bagi kaum perempuan.
Awalnya, sang ibu, Haleema Abdul Aziz, khawatir apabila mengabulkan permintaan putrinya. Ada banyak pertimbangan, yang pertama adalah masalah ekonomi. Semenjak suaminya meninggal dunia lima tahun silam, dirinyalah yang menjadi tulang punggung keluarga.
Selain itu, masyarakat Pakistan yang cenderung konservatif masih menjadikan perempuan seolah-olah sebagai warga kelas dua, menjadi alasan ia berpikir dua kali untuk memberikan izin tersebut.
Namun, lantaran tidak ingin mengecewakan sang putri, Haleema pun mengizinkannya.
"Saya tidak mengecewakannya karena saya ingin ia berhasil dalam hidupnya," ujar Haleema.
Keinginan Razia yang kuat akhirnya membuat ibunya terinspirasi. Sang ibu pun akhirnya bergabung dalam klub tinju tersebut.
Selain bertinju, Razia punya kegiatan rutin. Perempuan berambut hitam itu bekerja sebagai penerima tamu di sebuah sekolah. Setelah bekerja, ia berangkat kuliah. Razia adalah mahasiswa jurusan perdagangan di kampusnya.
Sepulang kuliah, Razia berangkat ke klub tinju. Di tempat itu, Razia belajar memukul, teknik, serta menggenjot fisiknya. Selain Razia, ada 20 perempuan muda lainnya yang berlatih di klub tersebut.
Dengan fasilitas yang serba terbatas, para anggota berlatih dengan keras. Sebagian murid yang tidak bisa membayar iuran bulanan pun tetap dibiarkan berlatih.
"Kami bahkan tidak memiliki ruang ganti yang layak," kata pendiri dan pelatih di klub tersebut, Yunus Qanbarani.
Kendati berlatih di klub kecil, Razia punya cita-cita yang tinggi. Ia ingin suatu hari nanti bisa berlaga di Olimpiade.
"Saya berharap bisa bertinju di Olimpiade dan bukan hanya berpartisipasi tapi memenangkan emas," kata Razia dengan mata berbinar-binar.
"Saya akan mengejar mimpi saya. Kerja keras tentu tidak akan sia-sia," ujarnya. (AFP)